Dikutip dari Kementerian Sosial, sosok Raden Mattaher lahir di dusun Sekamis, Kasau Melintang Pauh, Air Hitam, Batin VI, Provinsi Jambi pada 1871.
Pejuang dari Jambi tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak panglima perang yang ditakuti Belanda saat menjajah Tanah Air.
Semasa menjabat sebagai panglima perang, ia terkenal beringas kala melawan Belanda. Bahkan, masyarakat setempat menyematkan gelar Singo Kumpeh kepadanya karena keberingasannya, seperti singa saat menghadapi kolonial Belanda di Tanah Jambi.
Raden Mattaher merupakan cucu salah satu pahlawan nasional yakni Sultan Thaha Syaifuddin. Strategi perangnya dikenal dengan membentuk kantong-kantong dan barisan pertahanan serta barisan perlawanan yang bergerak di teritorial dari Muara Tembesi sampai ke Muaro Kumpeh.
Pola serangan difokuskan dengan menyerang kapal-kapal perang Belanda yang masuk ke Jambi lewat jalur sungai.
Kapal-kapal perang Belanda tersebut membawa personil, obat medis dan amunisinya. Bahkan, pada 1885, ia menenggelamkan kapal Belanda di kawasan perairan Muaro Jambi yang menjadi tonggak sejarah gelar Singo Kumpeh melekat pada dirinya.
Perjuangan Raden Mattaher dalam mengusir penjajahan Belanda berakhir di kediamannya. Pada saat itu, Belanda mengadakan operasi untuk menumpas sang tokoh.
Ia tewas tertembak di rumahnya pada 10 September 1907. Pada peristiwa itu, warga setempat juga menemukan jari kelingking anak dari pasangan Pangeran Kusin dan Ratumas Esa (Ratumas Tija) tersebut putus.
Warga menyakini jari kelingking tersebut adalah milik sang panglima perang. Sebab, sebelum berperang melawan Belanda, ia terlebih dahulu diketahui memasang inai atau pemerah di kukunya.
Raden Mattaher dimakamkan di komplek pemakaman raja-raja Jambi di tepi Danau Sipin Kota Jambi. Selain itu, jari kelingkingnya juga dimakamkan di sebuah desa di Muaro Jambi.
Cerita heroik dari sang Singo Kumpeh terus didengungkan oleh masyarakat terutama di Provinsi Jambi. Berbagai pihak telah berusaha agar nama sang panglima perang ikut berjejer sebagai salah satu pahlawan nasional sebagaimana yang disematkan kepada kakeknya Sultan Thaha Syaifuddin.
Untuk mengenang perjuangannya, masyarakat mengabadikan namanya menjadi nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Jambi termasuk pula beberapa nama jalan di Kota Jambi, nama lapangan tembak dan nama yayasan di Kota Jambi.
Tidak hanya itu, pada momentum tertentu masyarakat juga mengenang Raden Mattaher dengan beragam cara edukasi baik dalam bentuk tulisan, fragmen pementasan maupun film dokumenter.
Setiap 10 November yang juga diperingati sebagai Hari Pahlawan, masyarakat dan pemerintah daerah mendatangi makam Raden Mattaher untuk ziarah dan tabur bunga sebagai bentuk penghormatan atas jasanya.
Atas segala jasa dan perjuangan Raden Mattaher dan upaya yang telah dilakukan masyarakat Jambi, maka jika tidak ada perubahan pemerintah Indonesia secara resmi akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepadanya.
Anugerah gelar pahlawan nasional tersebut akan diberikan kepada sang panglima atas jasa, keberhasilan serta kegigihannya melawan Belanda di masa silam.
Baca juga: Kepahlawanan "Singo Kumpeh" semangati generasi muda Jambi
Baca juga: Penerima anugerah Pahlawan Nasional Raden Mattaher diwakili keluarga
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2020