• Beranda
  • Berita
  • DPR: Akomodasi penerapan 5G dalam UU Ciptaker bisa tarik investasi

DPR: Akomodasi penerapan 5G dalam UU Ciptaker bisa tarik investasi

10 November 2020 13:18 WIB
DPR: Akomodasi penerapan 5G dalam UU Ciptaker bisa tarik investasi
Ilustrasi - CEO Apple Tim Cook, dalam peluncuran jajaran iPhone 5G virtual. ANTARA/apple.com.

Operator telekomunikasi diberikan kemudahan berusaha untuk merealisasikan 5G, hal ini sejalan dengan tujuan UU Cipta Kerja

Anggota Badan Legislasi DPR RI yang juga anggota Panja UU Cipta Kerja John Kenedy Aziz menilai penggunaan spektrum frekuensi radio untuk 5G yang diakomodasi dalam UU Cipta Kerja bisa menarik investasi di sektor telekomunikasi.

"Operator telekomunikasi diberikan kemudahan berusaha untuk merealisasikan 5G, hal ini sejalan dengan tujuan UU Cipta Kerja. Dengan adanya kemudahan berusaha tersebut, diharapkan pemegang saham para operator telekomunikasi yang berada di luar wilayah Indonesia semakin berlomba-lomba untuk meningkatkan investasi 5G di Indonesia. Ujung-ujungnya tercipta lapangan kerja untuk masyarakat," ujar John dalam pernyataan di Jakarta, Selasa.

John menuturkan, legislator setuju untuk memasukkan kerjasama pemanfaatan frekuensi untuk 5G karena ingin menyukseskan program pemerintah membangun Indonesia dalam menyongsong industri 4.0.

Selain itu, John juga mencermati adanya keinginan dari sebagian operator telekomunikasi agar Peraturan Pemerintah turunan UU Cipta Kerja memperbolehkan kerjasama penggunaan spektrum frekuensi radio tidak hanya untuk 5G, tapi juga untuk 4G. Padahal 4G sendiri sudah diterapkan dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dalam 5 tahun terakhir.

"Sudah jelas amanah UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Jadi tidak boleh terdapat pengaturan di Peraturan Pemerintah yang bertentangan dengan pengaturan di Undang-undang," ujar John.

5G atau Fifth Generation (generasi kelima) adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut generasi kelima sebagai fase berikutnya dari standar telekomunikasi seluler 4G. 5G merupakan salah satu topik pembahasan yang menarik saat dilaksanakannya rapat Panja UU Cipta Kerja antara DPR dan pemerintah.

Ketersediaan frekuensi radio untuk 5G sangat terbatas, sehingga pemerintah perlu mencarikan payung hukum penggunaan spektrum frekuensi radio untuk 5G. Oleh karena itu pemerintah memasukkan kerjasama penggunaan spektrum frekuensi untuk layanan 5G dalam UU Cipta Kerja agar nantinya penerapan 5G memiliki payung hukum.

Dengan menerapkan kerjasama penggunaan spektrum frekuensi untuk teknologi baru diharapkan masyarakat bisa mendapatkan manfaat dan bangsa Indonesia dapat berkompetisi dengan bangsa lain dalam hal pemanfaatan teknologi termutakhir.

Dalam kesempatan yang berbeda Ketua Bidang Infrastruktur Broadband Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) Nonot Harsono turut angkat bicara mengenai perdebatan mengenai apakah 4G, 4.5G dan 4.75G termasuk dalam teknologi baru.

Menurut mantan Komisioner BRTI periode 2009-2011 itu, sejatinya teknologi baru yang ada di UU Cipta Kerja adalah teknologi selular yang belum sama sekali dibangun di Indonesia.

"Kalau sekarang yang ada adalah jaringan 4G, 4.5G dan 4.75G. Sehingga teknologi baru yang di maksud dalam UU Cipta Kerja adalah jaringan selular 5G atau teknologi setelahnya yang belum sama sekali dibangun di Indonesia," ujar Nonot.

Jika nanti ada teknologi 6G, lanjutnya, maka itu termasuk dalam teknologi baru. Itu sesuai dengan hasil siding World Radiocommunication Conference (WRC). Sedangkan teknologi selular 4G, 4.5G dan 4.75G bukan termasuk dalam teknologi baru. Karena sudah dipergunakan di Indonesia.

Baca juga: Indosat Ooredoo siap bangun jaringan 5G
Baca juga: Pengiriman ponsel 5G global diprediksi capai 750 juta unit pada 2022

 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020