Pernyataan itu disampaikan Direktur Eksekutif WALHI Riau, Hariansyah Usman, beserta kalangan aktivis lingkungan kepada wartawan di Pekanbaru, Rabu, dalam rangka menjelang peringatan Hari Bumi yang jatuh setiap 22 April.
Menurut dia, kondisi darurat ekologi itu disebabkan pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah di Bumi Lancang Kuning itu hanya berorientasi kepada kepentingan ekonomi sesaat dan tidak ramah lingkungan.
Eksploitasi terhadap hutan dan lahan di Riau yang dilakukan sejak tahun 1980-an atau dalam kurun waktu 30 tahun terakhir sama sekali tidak mempertimbangkan faktor keseimbangan ekologi dan hak-hak masyarakat tempatan.
Walhasil laju alih fungsi lahan untuk pembukaan areal perkebunan kelapa sawit tidak bisa dibendung dan kini terdapat 2,7 juta hektare tanaman sawit milik perusahaan dan kebun plasma serta 2 juta hektare areal Hutan Tanaman Industri (HTI) yang berdampak laju deforestasi di Riau kian semakin tinggi.
"Kondisi itu juga diperburuk oleh sisa tutupan hutan alam yang tidak lebih dari 2 juta hektare serta maraknya penjarahan dan pemalakan liar pada sejumlah kawasan konservasi, suaka marga satwa dan hutan lindung yang kini terus berlangsung," ujarnya.
Dengan kondisi alam itu, maka pada peringatan Hari Bumi WALHI Riau beserta aktivis lingkungan mendesak Gubernur Riau Rusli Zainal segera mengambil kebijakan untuk segera melakukan pemulihan hutan.
Kondisi cuaca panas yang terjadi di Riau tidak terlepas dari kerusakan ekosistem hutan. "Gubernur perlu segera melakukan perbaikan secara konperhensif dan tindakan nyata untuk menyelamatkan hutan atau jika tidak maka Riau akan semakin panas dan dampak ekologis terus terjadi," tegasnya.
Koordinator Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari), Susanto Kurniawan, menambahkan, dewasa ini sedikitnya sekitar 51 persen dari total luas wilayah daratan Riau terutama kawasan gambut telah dibuka menjadi lahan perkebunan dan HTI.
"Laju kerusakan lahan gambut mencapai 135 ribu hektare per tahun akibat aktivitas ekonomi, sehingga Riau mengalami peningkatan suhu udara di atas normal yakni dua derajat Celcius dari yang seharusnya satu derajat Celcius," jelasnya. (M046/Z002)
Pewarta: handr
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010