Kepala BPKP Perwakilan Aceh, Indra Khaira Jaya, di Banda Aceh, Kamis, mengatakan, audit kerugian negara tersebut berdasarkan permintaan Kejaksaan Tinggi Aceh.
"Audit kerugian negaranya sedang dalam proses. Kami terus berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Aceh untuk dukungan dokumen-dokumennya," kata aya.
Sebelumnya, kata dia, tim Kejaksaan Tinggi Aceh sudah mengekspose kasus dugaan korupsi pengadaan keramba jaring apung di Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) yang bersumber dari APBN.
Dari ekspose tersebut, tim Kejaksaan Tinggi Aceh menyebutkan beberapa persoalan di antaranya pembayaran tidak sesuai dengan fisik. Pekerjaan fisik baru 75 persen, sedangkan pencairan uang sudah 90 persen.
Kemudian, kontrak kerja berakhir pada 2018, namun pekerjaan tidak selesai dan kontrak kerja tidak diputus. Begitu juga dengan denda yang dihitung salah. Denda seharusnya berdasarkan persentase nilai kontrak, tetapi dihitung berdasarkan sisa nilai kontrak.
"Begitu juga dengan kapal. Dalam spesifikasi, kapal dibuat dan didatangkan dari Norwegia. Tapi dalam pelaksanaannya, kapal dibuat di Batam," katanya.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, Muhammad Yusuf, mengatakan, penyidik masih menunggu hasil audit terhadap kerugian negara dalam kasus korupsi pengadaan keramba jaring apung.
Baca juga: Kejati Aceh tunggu audit kerugian negara kasus korupsi keramba
"Penanganan kasus dugaan korupsi keramba jaring apung masih menunggu audit kerugian negara. Jadi, kami masih menunggu hasil auditnya," katanya.
Ia mengatakan audit kerugian dilakukan BPKP dan enpyidik Kejaksaan Tinggi Aceh berharap audit kerugian negara tersebut bisa segera tuntas.
"Kami berharap audit kerugian negara bisa segera tuntas. Sebab, asas dalam menangani sebuah perkara harus ada kepastian hukum serta perkara tidak bisa digantung," katanya.
Terkait dengan tersangka, kata Yusuf, masih satu orang berinisial D. Tidak tertutup kemungkinan tersangkanya bertambah. Penambahan tersangka tergantung pengembangan penyidikan.
"Kemungkinan penambahan tersangka tetap ada. Kami tunggu hasil audit kerugian negara, baru setelah itu ditindaklanjuti, apakah ada penambahan tersangka atau tidak," kata dia.
Kejati Aceh mulai menyelidiki dugaan korupsi pengadaan proyek percontohan budi daya ikan lepas pantai pada Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya Direktorat Pakan dan Obat Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan itu sejak 2018.
Baca juga: Kajati Aceh: Pengusutan korupsi keramba apung terkendala audit BPK
Proyek itu dilaksanakan 2017 dengan anggaran Rp50 miliar. Proyek pengadaan dimenangkan PT Perikanan Nusantara dengan nilai kontrak Rp45,58 miliar.
Hasil temuan penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh, pekerjaan dikerjakan tidak sesuai spesifikasi. Perusahaan juga tidak bisa menyelesaikan pekerjaan 100 persen. Pekerjaan diselesaikan pada Januari 2018, sedangkan pencairan sudah dibayarkan pada 29 Desember 2017.
Selain itu juga terdapat indikasi kelebihan bayar. Kementerian Kelautan dan Perikanan membayar 89 persen dari seharusnya 75 persen pekerjaan. Total yang dibayarkan Rp40,8 miliar lebih dari nilai kontrak Rp45,58 miliar.
Dalam kasus ini, tim penyidik Kejati Aceh menyita delapan keramba apung beserta jaringnya, satu unit tongkang pakan ikan. Kemudian, satu paket sistem distribusi pakan, dan pipa pakan.
Serta, satu set sistem kamera pemantau, satu unit kapal beserta perangkatnya. Semua barang yang disita tersebut berada di beberapa tempat di Pulau Weh, Kota Sabang.
Tim penyidik juga menyita uang tunai Rp36,2 miliar. Uang diserahkan langsung dalam bentuk tunai PT Perikanan Nusantara kepada Kejaksaan Tinggi Aceh.
Baca juga: Gerak Aceh mendesak kejaksaan tuntaskan dugaan korupsi keramba ikan
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020