Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bersama Perempuan Bangsa, organisasi sayap Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), menggelar seni budaya calung di Kabupaten Cianjur untuk menyampaikan pesan-pesan Empat Pilar MPR, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.Ibu-ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anak, bagi generasi penerus bangsa
Pergelaran seni budaya Kabupaten Cianjur berlangsung di Wisma Kemenaker, Ciloto, Puncak, Cianjur, Jawa Barat, Jumat,, dihadiri pimpinan Fraksi PKB MPR Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz, Kepala Bagian Pemberitaan, Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Setjen MPR Budi Muliawan, serta Sekretaris Jenderal DPP Perempuan Bangsa Miftahul Jannah.
Selain calung, pergelaran seni budaya di Kabupaten Cianjur itu juga menampilkan tari jaipong.
Seni calung yang dimainkan tiga seniman yang cukup menarik perhatian penonton yang terdiri atas ibu-ibu Perempuan Bangsa, mampu membuat para penonton tertawa, seraya menyelipkan pesan-pesan Empat Pilar MPR.
“NKRI harga mati,” ujar seorang pemain calung.
Pimpinan Fraksi PKB MPR Neng Eem Marhamah mengatakan pergelaran seni budaya itu menerapkan protokol kesehatan, yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak, sedangkan para peserta adalah perwakilan Perempuan Bangsa dari 32 kecamatan di Kabupaten Cianjur, dengan setiap kecamatan diwakili tiga orang.
"Ibu-ibu Perempuan Bangsa tidak hanya sekadar sebagai seorang ibu yang mengurus anak, suami, dan keluarga, tetapi juga tokoh di kecamatan masing-masing, bahkan mempunyai majelis taklim. Pendidikan pertama ada di tangan ibu-ibu. Karena itu, membumikan nilai-nilai Empat Pilar MPR sangat efektif bila disampaikan ibu-ibu dengan caranya sendiri, dengan kasih sayang ibu, dan dengan budaya yang memang sudah ada di lingkungan kita,” paparnya.
Neng Eem Marhamah menjelaskan kesenian calung adalah kesenian dari Tanah Sunda yang berbeda dengan angklung, sebab dalam calung disertai alur cerita.
"Dengan cerita itu akan disampaikan pesan-pesan kebangsaan," tuturnya.
Ia mengatakan seni budaya membuat bahagia karena menyenangkan sehingga penyampaian nilai-nilai Empat Pilar MPR pun harus dilakukan dengan cara yang bahagia.
"Dengan seni itulah kita bahagia. Kita menjadi gembira. Karena itu penyampaian nilai-nilai kebangsaan, Empat Pilar MPR, juga harus dengan cara yang bahagia, cara welas asih, dan santun. Itulah kenapa dilakukan pagelaran seni budaya dalam rangka sosialisasi Empat Pilar MPR ini," katanya.
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Empat Pilar gagasan para pahlawan
Kepala Bagian Pemberitaan, Hubungan Antar Lembaga, dan Layanan Informasi Setjen MPR Budi Muliawan merasa senang bisa menghadiri pergelaran seni budaya dalam rangka sosialisasi Empat Pilar MPR yang diikuti Perempuan Bangsa.
"Karena perempuan adalah penentu maju atau mundurnya sebuah bangsa. Peradaban dunia ikut ditentukan oleh perempuan. Ibu-ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anak, bagi generasi penerus bangsa," ujarnya.
Wawan, sapaan akrab Budi Muliawan, berharap, ketika ibu-ibu Perempuan Bangsa sudah memahami Empat Pilar MPR maka bisa menjelaskan dengan caranya sendiri kepada anak-anak di rumah tentang nilai-nilai Empat Pilar MPR.
"Karena sekarang banyak nilai budaya transnasional yang masuk ke Indonesia dan tidak bisa lagi dibendung. Garda pertama untuk membendung budaya-budaya yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia adalah para ibu-ibu, para Perempuan Bangsa,” tambah alumnus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang tersebut.
Karena itu, Budi Muliawan menitipkan nilai-nilai Empat Pilar MPR ini untuk diajarkan di lingkup keluarga.
"Ibu-ibu menjadi agen untuk menangkal budaya-budaya yang tidak pas atau tidak cocok bagi Bangsa Indonesia. Ibu-ibu bisa memperkenalkan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika lebih dini kepada anak-anak. Dengan pagelaran seni budaya seperti ini maka nilai-nilai itu bisa diinternalisasikan kepada keluarga melalui ibu-ibu," pungkasnya.
Baca juga: MPR: Empat konsensus kebangsaan jawab berbagai tantangan bangsa
Baca juga: Taufik Basari: Generasi muda harus jadi agen keutuhan NKRI
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020