Indonesia perlu meningkatkan indeks kemudahan berbisnis, untuk mengambil peluang yang terbuka setelah adanya Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP), menurut pengamat ekonomi.Dan ini yang diharapkan bisa kita tarik masuk ke Indonesia,
Berly Martawardaya, Direktur Penelitian di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), mengatakan bahwa Indonesia berpotensi besar mendapatkan keuntungan dari RCEP, namun hal itu membutuhkan pembenahan, terutama dalam hal izin usaha dan daya saing bisnis.
"Karena bisnis dilakukan berdasarkan hitung-hitungan [...] jadi harus dua arah, yakni kita terlibat dengan deal yang berpotensi menguntungkan bagi Indonesia dan kita juga tidak lupa untuk berbenah," kata Berly kepada ANTARA di Jakarta, Minggu.
Baca juga: RCEP ditandatangani, blok dagang yang didukung China kecualikan AS
Baca juga: Jokowi: RCEP komitmen perdamaian, stabilitas, sejahtera di kawasan
RCEP--kesepakatan dagang negara-negara anggota ASEAN serta lima mitra eksternalnya, yakni China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru--ditandatangani dalam pertemuan tingkat tinggi secara virtual pada hari ini.
Setelah melalui proses negosiasi panjang sejak 2013, pengesahan ini membuat RCEP menjadi perjanjian dagang terbesar karena mencakup sekitar 30% populasi global dan 30% produk domestik bruto (PDB) dunia.
Dengan pembebasan tarif perdagangan di kawasan Asia Pasifik ini, Indonesia paling memungkinkan merebut peluang investasi dari China, salah satu negara ekonomi terbesar dunia saat ini, menurut Berly.
"Magnet utama memang masih China, namun sekarang banyak perusahaan multinasional menghindari excess exposure, agar jangan sampai hanya berinvestasi di satu negara, sehingga tidak terlalu terpengaruh jika ada country-specific shocks," ujar Berly.
"Dan ini yang diharapkan bisa kita tarik masuk ke Indonesia," kata dia menambahkan.
Indeks kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) di Indonesia berada pada urutan 73 di tahun 2020, berdasarkan pemeringkatan yang dilakukan oleh Bank Dunia untuk mengukur kemudahan dalam regulasi bisnis di 190 negara.
Menurut data yang sama, China berada pada peringkat 31--naik drastis dari posisi 78 di tahun 2018. Beberapa negara ASEAN juga menempati peringkat tinggi, misalnya Singapura di posisi ke-2 dan Malaysia ke-12.
Baca juga: RCEP ditandatangani, Mendag yakin RI akan nikmati "spill over effect"
Baca juga: Ditandatangani di tengah pandemi, Mendag: RCEP tumbuhkan harapan baru
Pewarta: Suwanti
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020