Betmen Manurung yang merupakan prajurit TNI dan bertugas di Yonarmed 10 Roket/Bradjamusti 2/1 Kostrad, Bogor, itu membukukan catatan waktu 2 jam 42 menit 25 detik.
Posisi kedua, ditempati Suwandi(2 jam 43 menit 43 detik) disusul Hamdan Sayuti dengan 2 jam 45 menit 15 detik demikian siaran pers yang dikeluarkan Panitia Bormar 2020.
Di bagian putra, sebetulnya Asma Bara lebih diunggulkan, mengingat dia juara bertahan, dan sempat memimpin lomba di laps awal dari 12 putaran. Sayang, saat garis finish dia tercecer di urutan keenam dengan waktu 2 jam 50 menit 13 detik, jauh dari waktu yang ditorehkan di BorMar 2019 yaitu 2 jam 39 menit 40 detik.
Di bagian putri, atlet asal Sumut Pretty Sihite juga juga di luar dugaan mampu terbaik pada kategori putri. Dia mencatatkan waktu 3 jam 11 menit 51 detik, disusul Irma Handayani (3 jam 12 menit 33 detik), Oliva Sadi (3 jam 31 menit), dan Sharfina Sheila Rosada (3 jam 38 menit 35 detik) pada posisi kedua hingga keempat.
"Saya memang vakum lama akibat pandemi Covid-19. Mungkin karena kurang berkompetisi ditambah rute yang banyak tanjakannya, membuat performa saya kurang optimal. Bisa menyamai personal best (PB) dengan 2 jam 42 menit itu sudah bagus," kata Betmen.
Pelari Roby Syanturi yang juga merebut gelar karena memiliki catatan PB 2 jam 37 menit, kali ini gagal bersaing. Dia sempet menempel Betmen, tapi akhirnya tertinggal.
"Sepatu saya jebol, saya terpaksa lepas sepatu. Tapi justru sempat alami kram," kata Roby.
Elite Race BorMar diikuti 26 pelari, terdiri atas 17 pelari putra dan 9 putri.
Baca juga: Borobudur Marathon 2020 dilakukan dalam dua model
Technical Delegate Lomba Budi Leksono mengakui faktor udara yang berembun, kurangnya pelari berlatih dan lintasan yang dianggap membosankan sangat mempengaruhi penampilan peserta.
"Faktor cuaca, dan lintasan secara psikologis mengganggu performa pelari. Apalagi mereka jarang latihan. Namun sebetulnya, banyaknya atlet yang masuk finish termasuk kejutan. Awalnya dari 17 pelari putra, hanya 12 yang masuk finish, nyatanya 15 atlet. Di putri pun begitu, masuk lima dari sembilan atlet," kata Budi.
Juara pertama setiap kategori mendapat medali dan hadiah Rp40 juta, sedangkan juara II dan III Rp30 juta dan Rp20 juta.
Ada yang beda dalam penyerahan hadiah, yaitu peserta mengalungkan medalinya sendiri dan jarak podium pun berjauhan. Ini menunjukkan betapa BorMar berpegang teguh pada protokol kesehatan.
Baca juga: Pelari elite Borobudur Marathon 2020 bakal dites usap dan dikarantina
Pelaksana Harian Sekda Jateng Prasetyo Aribowo mengakui ada inspirasi yang muncul dalam penyelenggaraan BorMar kali ini, yakni kolaborasi dan kedisiplinan, serta profesionalisme dalam kerja panitia.
"Bormar bisa menjadi model bagi penyelenggaraan even serupa bahkan even lainnya. Prokes yang ketat dan kerja sama yang terjalin kuat," kata Kepala Dinas Bappeda Jateng itu.
Baca juga: Borobudur Marathon 2020 diharapkan jadi pemicu kebangkitan pariwisata
Di bagian lain, Ketua Yayasan BorMar Liem Chie An mengatakan, bahwa pihaknya siap kembali menggelar even ini dengan lebih dahsyat. Artinya, jika memang masih elite race maka lebih banyak pesertanya, bisa mencapai 50an pelari. Namun, dia berharap pandemi segera berlalu dan kembali BorMar tergelar seperti dulu lagi.
"Memang kali ini kurang pesertanya elite race. Tapi ke depan, saya punya gagasan agar memadukan virtual dan umum seperti dulu dengan peserta yang sama-sama mencapai ribuan," katanya.
Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo pun melihat ada potensi BorMar digelar dua hari, antara virtual dan umum atau pembangian berdasasarkan nomor lomba.
"Jika digelar dua hari maka akan menciptkan long of stay bagi wisatawan dan pelari yang datang ke Borobudur," kata Budiman.
Baca juga: Pelari Kenya dominasi juara Borobudur Marathon 2019
Pewarta: Heru Suyitno
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2020