• Beranda
  • Berita
  • Muhammadiyah: Regulasi minuman beralkohol bukan Islamisasi

Muhammadiyah: Regulasi minuman beralkohol bukan Islamisasi

16 November 2020 03:26 WIB
Muhammadiyah: Regulasi minuman beralkohol bukan Islamisasi
Dokumen foto Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (1/11/2019). ANTARA/Katriana.

Banyak negara Barat yang mengatur sangat ketat konsumsi dan distribusi minuman beralkohol."

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan undang-undang yang mengatur tentang minuman beralkohol bukan terkait dengan Islamisasi karena di negara Barat juga ketat dalam peraturan terkait miras.

"Undang-undang minuman beralkohol bukan merupakan usaha Islamisasi. Banyak negara Barat yang mengatur sangat ketat konsumsi dan distribusi minuman beralkohol," kata Mu'ti melalui media pesan sosial yang diterima di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan undang-undang minuman beralkohol sangat penting dan mendesak. Konsumsi alkohol merupakan salah satu masalah yang berdampak buruk terhadap kesehatan, kejahatan, moralitas dan keamanan.

Baca juga: Anggota DPR: RUU minuman beralkohol cegah peredaran miras oplosan

Menurut Sekum Muhammadiyah, banyak tindak kejahatan, kecelakaan lalu lintas yang fatal dan berbagai penyakit bermula dari konsumsi alkohol yang berlebihan.

Regulasi mengenai minuman beralkohol, kata dia, minimal harus mengatur empat hal di antaranya ketentuan kadar alkohol maksimal dalam minuman yang diperbolehkan.

Selanjutnya, kata dia, kriteria batas usia minimal yang boleh mengkonsumsi miras, tempat konsumsi yang legal serta tata niaga/distribusi yang terbatas.

Sementara itu, Wasekjen Majelis Ulama Indonesia KH Rofiqul Umam Ahmad mendesak regulasi minuman beralkohol harus masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas.

Baca juga: Legislator targetkan RUU larangan minuman alkohol segera disahkan

Dalam pandangan Islam, kata dia, minuman beralkohol merupakan induk dari segala kejahatan.

"Orang kalau sudah minum-minuman keras kemudian dia mabuk, bisa melakukan apa saja yang merusak dirinya, mengancam jiwa orang lain, termasuk melakukan kejahatan," kata dia.

Rofiq mengatakan RUU Minuman Beralkohol itu tidak untuk menguntungkan Islam saja karena nantinya ada pengecualian penyesuaian untuk setiap agama dan kepercayaan. Inti dari RUU itu, agar peredaran minuman beralkohol lebih terawasi sehingga tidak merugikan banyak kalangan.

Dia mengatakan MUI sejak 2017 sudah membahas masalah tersebut dan merancang materi yang mendalam. Karena itu, MUI siap memberikan masukan untuk menyempurnakan RUU ini bila diperlukan.

Baca juga: Soal RUU Minuman Beralkohol, HNW minta DPR dan Pemerintah contoh Papua

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2020