• Beranda
  • Berita
  • PBB ingatkan Kamboja bahwa bela HAM bukan pidana

PBB ingatkan Kamboja bahwa bela HAM bukan pidana

17 November 2020 18:00 WIB
PBB ingatkan Kamboja bahwa bela HAM  bukan pidana
Reporter Khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia di Kamboja Rhona Smith berbicara pada konferensi pers di Phnom Penh, Kamboja, Kamis (/5/2019). ANTARA/REUTERS/SAMRANG PRING.
Sejumlah pelapor khusus hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui laporannya mengingatkan Pemerintah Kamboja bahwa upaya menegakkan prinsip-prinsip HAM bukanlah perbuatan pidana.

Pernyataan itu disampaikan oleh para pelapor khusus PBB menanggapi laporan 21 aktivis HAM di Kamboja telah ditangkap dan diintimidasi secara sewenang-wenang oleh aparat keamanan setempat dalam waktu tiga bulan terakhir.

"Saya terkejut saat melihat rekaman video aparat keamanan menggunakan kekerasan untuk menghentikan para aktivis HAM, yang banyak dari mereka adalah perempuan, menggunakan haknya untuk berkumpul. Kampanye dan pelindungan terhadap HAM melalui cara-cara damai bukan kejahatan," kata pelapor khusus PBB, Mary Lawlor lewat laporan tertulisnya yang diterbitkan oleh laman resmi Komisi Tinggi PBB untuk HAM (OHCHR), Senin (16/11), sebagaimana diterima di Jakarta, Selasa.

Lawlor mengatakan ia melihat ada pola persekusi/penangkapan secara sewenang-wenang yang dilakukan aparat keamanan di Kamboja terhadap aktivis HAM. Dalam laporannya, ia menyebut nama Rong Chun, seorang aktivis HAM asal Kamboja, yang ditangkap oleh aparat karena ia mendampingi para petani korban perampasan lahan.

Tidak hanya Chhun, ia juga menyebut beberapa aktivis lainnya juga ditangkap. Sejauh ini, 12 orang masih mendekam di tahanan menunggu sidang karena permintaan mereka untuk bebas dengan jaminan ditolak oleh pengadilan. Beberapa di antaranya telah menjalani sidang dan dituntut hukuman penjara sampai di atas dua tahun.

Tidak hanya aktivis HAM, aktivis lingkungan di Kamboja juga menghadapi ancaman persekusi dari pemerintah, kata Lawlor. Ia menyoroti ada laporan yang menyebutkan aparat penegak hukum diduga mengintimidasi keluarga para aktivis dan seorang biksu juga dibebastugaskan karena ia melakukan advokasi HAM.

Dua aktivis juga diancam ditangkap karena ia merekam aksi penangkapan yang dilakukan oleh aparat ke demonstran saat menggelar aksi damai. Pemimpin serikat pekerja juga jadi target karena mereka berencana mogok kerja. Beberapa kelompok masyarakat sipil turut melaporkan mereka mendapat pelecehan dari pejabat yang mengadakan kunjungan, kata Lawlor.

Menurut Lawlor, insiden itu merupakan upaya melemahkan kerja aktivis HAM dan para pembela hak sipil di Kamboja.

Laporan Lawlor mendapat dukungan dari utusan khusus PBB untuk HAM lainnya, yaitu Rhona Smith, Clément Nyaletsossi Voule, Elizabeth Broderick, Meskerem Geset Techane, Ivana RadačIć, Elena Dorothy Estrada Tanck, Melissa Upreti, dan Irene Khan.

"Saya khawatir dampak dari perbuatan ini terhadap kehidupan masyarakat sipil dan saya mendesak otoritas terkait mengakhiri seluruh kekerasan terhadap aktivis HAM dan memberi ruang bagi warga untuk berekspresi, berpendapat, dan berkumpul, untuk kepentingan seluruh rakyat Kamboja," kata Rhona Smith dalam pernyataan tertulisnya.

Ia pun kembali menegaskan PBB memiliki peran penting untuk memastikan keamanan dan keselamatan para aktivis HAM, termasuk mereka yang bekerja di Kamboja.

Sejauh ini, Pemerintah Kamboja belum menanggapi laporan dari utusan khusus PBB mengenai penangkapan aktivis HAM tersebut.

Baca juga: Kamboja bebaskan lebih dari 70 pegiat oposisi dengan jaminan
Baca juga: PBB: Kamboja sasar 140 tokoh oposisi untuk dibungkam
Baca juga: Kamboja Penjarakan Lagi Seorang Aktivis HAM

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020