Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Senin, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana memaparkan, pengembangan bahan bakar nabati (BBN), panas bumi, dan cofiring biomassa pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) merupakan sejumlah upaya yang tengah diupayakan pihaknya.
"Untuk programnya yang pertama adalah subsitusi misalkan cofiring PLTU batubara dicampur dengan sampah, kemudian yang kedua pemanfaatan BBN dicampur dengan biodiesel, kemudian strategi yang ketiga adalah konfersi dari PLTD jumlahnya sekitar 2GW nanti akan dikonversi menjadi pembangkit EBT,” tutur Dadan.
Menurutnya, dibutuhkan peningkatan target pemanfaatan EBT sekitar 10-11 persen setiap tahunnya agar dapat tercapai 23 persen pada tahun 2025, dengan beberapa asumsi khususnya peningkatan pengembangan PLTS karena proyeknya cukup banyak dikembangkan oleh stakeholder untuk pemanfaatan sendiri.
“Sekarang kami sedang menyiapkan Perpres dari harga pembangkit EBT, kami akan dorong pengembangan pusat ekonomi baru, baik melalui PLTS ataupun panas bumi, kemudian PLTS skala besar dan cofiring,” imbuhnya.
Dadan mengakui bahwa capaian porsi EBT saat ini memang masih kecil dibandingkan dengan besarnya potensi EBT di Indonesia sehingga tantangan yang harus dihadapi ke depannya masih sangat berat. Meski demikian, Pemerintah tetap optimis mencapai target bauran EBT.
“Dari tahun 2015 sampai sekarang, angkanya masih sekitar 10,9 persen bauran energi terbarukan dalam energi primer nasional yang didominasi oleh 3 sumber yaitu biofuel, PLTA dan panas bumi,” pungkasnya.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2020