Disiplin masyarakat terhadap protokol kesehatan diyakini berkorelasi langsung kepada angka-angka keterpaparan virus corona di berbagai negara.mulai terjadi peningkatan selama dua pekan terakhir
China, Korea Selatan dan Italia termasuk sukses mengendalikan virus corona (COVID-19) dengan menerapkan disiplin ketat bagi warganya.
Namun ketika dilakukan pelonggaran, angka-angka kasus baru melonjak lagi sehingga harus
melakukan karantina wilayah.
Di Indonesia fakta itu juga terjadi. Sejak diumumkan pertama kali adanya pasien di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso pada 2 Maret 2020, virus corona (COVID-19) terus memakan korban.
Virus yang bermula di Wuhan (China) itu telah menjangkiti lebih setengah juta orang Indonesia. Jumlahnya terus bertambah setiap hari.
Jakarta sebagai pusat terjadinya penyebaran (episentrum) di Indonesia adalah barometer penanganan virus ini. Dari semula baru dua pasien, terus melonjak cepat dan sampai sekarang grafiknya belum landai apalagi turun.
Penegakan disiplin terhadap protokol kesehatan dilakukan untuk menekan penyebarannya. Bahkan sejak 10 April 2020 diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Bear (PSBB).
Melalui PSBB, sebenarnya angka kasus baru mulai bisa dikurangi lajunya pada Juni lalu. Namun angkanya melonjak lagi ketika ada pelonggaran aktivitas publik pada PSBB transisi.
Rem darurat
Pada September dilakukan pengetatan lagi dengan mengembalikan ke PSBB. "Rem darurat" melalui PSBB dinilai efektif mengerem angka kasus baru sehingga dilonggarkan lagi melalui PSBB transisi.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beberapa kali memperpanjang PSBB transisi. Terakhir diumumkan 22 November lalu untuk dua pekan mendatang, hingga 6 Desember 2020.
Baca juga: Presiden minta satgas-gubernur seimbangkan urusan pandemi dan ekonomi
Dalam suasana PSBB transisi inilah, penerapan disiplin protokol kesehatan di masyarakat dinilai kendur. Pelonggaran aktivitas publik tampaknya belum diiringi disiplin warga menerapkan protokol kesehatan.
Pengamatan yang dilakukan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) menunjukkan bahwa protokol 3M (Memakai masker, Menjaga jarak dan Mencuci tangan) di Jakarta stagnan. Bahkan cenderung turun dalam sepekan terakhir.
Pengamatan itu meliputi semua indikator. Per 21 November 2020, data menunjukkan tingkat kepatuhan untuk memakai masker berada di angka 65 persen. Sedangkan menjaga jarak sebesar 60 persen dan mencuci tangan berada di kisaran angka 30 persen.
Disiplin memakai masker berada di kisaran angka 75 persen pada 19 Oktober, 70 persen (26/10), 60 persen (2/11), 65 persen (9/11) dan 70 persen (16/11).
Untuk disiplin menjaga jarak berada di kisaran angka 70 persen (19/10), 65 persen (26/10), 55 persen (2/11), 55 persen (9/11) dan 60 persen (16/11). Sedangkan mencuci tangan berada di kisaran angka 40 persen (19/10), 30 persen (26/10), 30 persen (2/11), 35 persen (9/11) dan 40 persen (16/11).
Padahal persentase kepatuhan masyarakat untuk 3M harus mencapai minimal 80 persen untuk dapat mengendalikan potensi penularan COVID-19.
Penegakan hukum
Pemprov DKI Jakarta terus bekerjasama dengan jajaran forum koordinasi pimpinan daearah (Forkopimda) dalam upaya penegakan hukum atas protokol kesehatan masyarakat di wilayah Ibu Kota.
Estimasi kasus baru merupakan pengukuran epidemiologi berdasarkan waktu pertama kali kasus positif mengalami gejala, bukan waktu pelaporan positif kasus konfirmasi positif dari hasil uji laboratorium.
Baca juga: Anggota DPR: Pemerintah harus konsisten penegakan protokoler kesehatan
Selain itu, penilaian berdasarkan indikator pengendalian COVID-19 dari FKM UI menunjukkan peningkatan lima poin dari skor 63 pada 15 November menjadi 68 pada 21 November 2020.
Peningkatan tersebut salah satunya karena penurunan rerata "positivity rate" yang sebelumnya lebih dari 10 persen menjadi di antara 5-10 persen dalam sepekan terakhir.
Selain itu, jumlah kegiatan tes PCR juga mengalami peningkatan signifikan yang akhirnya membuat penilaian dari FKM UI menunjukkan perbaikan.
Skor 68 per 21 November 2020 tersebut juga menunjukkan perbaikan signifikan bila dibandingkan skor-skor sebelumnya, yaitu 60 (18/10), 64 (24/10), 67 (1/11), 63 (8/11) dan 63 (15/11).
Pemprov DKI Jakarta, kata Anies, terus mengupayakan agar berbagai indikator pengendalian COVID-19 terus membaik dengan penegakan aturan hukum dan kegiatan 3T yakni pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing) dan perawatan (treatment) secara masif.
Tempat tidur
Kendurnya disiplin berkorelasi terhadap lonjakan angka kasus baru COVID-19 dalam sepekan terakhir. Rekor tertinggi terjadi pada Sabtu (21/11) yang mencapai 1.579 kasus, padahal selama ini mendekati atau sekitar 1.000 kasus per hari.
Lonjakan angka kasus baru telah menaikkan lagi persentase keterpakaian tempat tidur isolasi atau ruang rawat inap maupun ruang unit gawat darurat (ICU) di 98 Rumah Sakit (RS) Rujukan COVID-19 di DKI Jakarta.
Baca juga: WHO: Tak ada waktu berpuas diri terhadap COVID meski ada kabar vaksin
Tingkat keterpakaian tempat tidur isolasi harian setiap pekannya adalah 66 persen (10/10), 63 persen (17/10), 59 persen (24/10), 54 persen (31/10), 56 persen (7/11), 63 persen (14/11) dan 73 persen (21/11).
Adapun tingkat keterpakaian ruang ICU 67 persen (10/10), 66 persen (17/10), 62 persen (24/10), 59 persen (31/10), dan 60 persen (7/11), 68 persen (14/11) dan 70 persen (21/11).
"Berdasarkan data tersebut, tingkat keterisian tempat tidur RS untuk perawatan pasien kasus terkait COVID-19 di DKI Jakarta mulai terjadi peningkatan selama dua pekan terakhir," kata Anies di Jakarta, Ahad (22/12) malam.
Saat ini dari 6.012 tempat tidur isolasi, sebanyak 4.417 atau 73 persen sudah terisi. Di sisi lain, keterpakaian ruang ICU sudah mencapai 70 persen atau 591 sudah terisi dari 841 kapasitas maksimal.
Kesembuhan tinggi
Pemprov DKI Jakarta telah menyampaikan data 98 RS Rujukan COVID-19 di DKI Jakarta per 21 November 2020.
- 19 RSUD memiliki total ruang isolasi 1.554 tempat tidur dengan tingkat keterpakaian 68 persen dan total ruang ICU 230 tempat tidur dengan tingkat keterpakaian 75 persen.
Baca juga: Menteri Kesehatan ajak warga disiplin jalankan protokol kesehatan
- Sembilan RS Vertikal Kemenkes memiliki total ruang isolasi 652 tempat tidur dengan tingkat keterpakaian 63 persen dan total ruang ICU 165 tempat tidur dengan tingkat keterpakaian 75 persen
- Enam RS TNI/POLRI memiliki total ruang isolasi 796 tempat tidur dengan tingkat keterpakaian 73 persen dan total ruang ICU 130 tempat tidur dengan tingkat keterpakaian 43 persen.
- Enam RS BUMN/Kementerian lain memiliki total ruang isolasi 745 tempat tidur dengan tingkat keterpakaian 73 persen dan total ruang ICU 143 tempat tidur dengan tingkat keterpakaian 76 persen.
- 58 RS Swasta memiliki total ruang isolasi 2.265 tempat tidur dengan tingkat keterpakaian 81 persen dan total ruang ICU 173 tempat tidur dengan tingkat keterpakaian 75 persen.
Berdasarkan data itu, Pemprov DKI Jakarta mengingatkan bahwa COVID-19 adalah penyakit menular yang bukan hanya dilihat soal tingkat kesembuhannya yang tinggi (di atas 91 persen), tapi juga penularannya yang begitu mudah dan masif.
Semua pihak diingatkan agar disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan, dengan harapan jika tingkat penularan rendah maka tidak akan membebani sistem kesehatan.
Peningkatan angka positif dan naiknya okupansi tempat tidur di rumah sakit rujukan, selayaknya menyadarkan semua pihak mengenai pentingnya disiplin menegakkan protokol kesehatan.
Banyak negara yang berhasil mengatasi virus corona dengan kolaborasi yang kuat semua elemen bangsanya, termasuk antara pemerintah, dunia usaha dan warga.
Semakin kuat kolaborasi dan tingginya disiplin tampaknya mempercepat kemampuan mengendalikan penyebarannya.
Tanpa hal itu, entah kapan pandemi ini akan berakhir.
Pewarta: Sri Muryono
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020