• Beranda
  • Berita
  • KPK dalami dugaan aliran dana ke pihak lain di kasus Edhy Prabowo

KPK dalami dugaan aliran dana ke pihak lain di kasus Edhy Prabowo

26 November 2020 05:59 WIB
KPK dalami dugaan aliran dana ke pihak lain di kasus Edhy Prabowo
KPK memamerkan barang mewah sitaan dari OTT terhadap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam konferensi pers di gedung KPK pada Kamis (26/11) dini hari (Humas KPK)

"Tidak tertutup kemungkinan pengembangan selanjutnya pada tahapan selanjutnya bisa saja ada penambahan..."

KPK masih mendalami dugaan aliran dana yang mengalir ke pihak lain seperti partai atau penerimaan dari perusahaan lain dalam kasus dugaan penerimaan suap terkait perizinan usaha perikanan budidaya lobster yang menjerat Menteri KKP Edhy Prabowo.

"Tidak tertutup kemungkinan pengembangan selanjutnya pada tahapan selanjutnya bisa saja ada penambahan," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di gedung KPK Jakarta, Kamis.

KPK dalam perkara ini menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

"Apakah ada 40 persuahaan dengan total uang Rp9,8 miliar atau beberapa perusahaan belum dapat disimpulkan tapi dari tahapan pemeriksaan saat ini didapat kesimpulan uang itu berasal dari berbagai perusahaan yang tidak terputus," tambah Nawawi.
Baca juga: KPK selidiki kasus suap Edhy Prabowo sejak Agustus
Baca juga: ATM jadi bukti vital suap Edhy Prabowo


Deputi Penindakan KPK dalam konferensi pers juga menyebutkan untuk mendalami aliran dana dari dan ke pihak lain perlu waktu.

"Karena yang kita tampilkan malam ini baru satu kejadian pintu masuk, kan ada beberapa persuahaan yang ada. Kita list berapa perusahaan dan dari perusahaan ini flow alirannya jelas. Kami akan perdalam koordinasi PPATK sampai mana alirannya," kata Karyoto.

Karyoto juga mengatakan KPK akan memanggil saksi-saksi baik dari internal KKP maupun pihak lain untuk mengungkap kasus ini.

"Besok atau lusa kami akan mulai pengembangan-pengembangan karena hasil-hasil transaksi dari sisi perbankan akan ketahuan saat transaksinya. Kalau dilihat dari transaksinya dari kartu ATM kita lihat akan dikembangakan dari profil awal yang sudah menjelaskan pelaku-pelaku dalam aliran dana itu," tambah Karyoto.

Uang yang masuk ke rekening PT Aero Citra Karto (ACK) yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACT yaitu Ahmbad Bahtiar dan Amiril Mukminin senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Abhmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Anium Faqih sebesar Rp3,4 miliar.

Uang Rp3,4 miliar itu diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo, Iis Rosyati Dewi, Safri dan APM antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu AS.
Baca juga: KPK imbau dua tersangka dalam kasus Edhy Prabowo serahkan diri
Baca juga: Kronologi tangkap tangan Edhy Prabowo


Belanja tersebut dilakukan pada 21 sampai dengan 23 November 2020.

Sejumlah sekitar Rp750 juta diantaranya berupa jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy.

KPK telah menetapkan 7 orang tersangka dalam kasus ini yaitu sebagai penerima:

1. EP (Edhy Prabowo), Menteri Kelautan dan Perikanan
2. SAF (Safri) Staf Khusus Menteri KKP
3. APM; (Andreu Pribadi Misata), staf khusus Menteri juga selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence)
4. SWD; (Siswadi) pengurus PT Aero Citra Kargo
5. AF; (Ainul Faqih), staf istri Menteri KKP
6. AM (Amril Mukminin), Sespri Menteri KKP

Selanjutnya sebagai pemberi
1. SJT (Suharjito) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa

Enam orang tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020