Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mendorong kampus sehat dan bebas dari perundungan dan kekerasan seksual sehingga nyaman dan aman sebagai tempat belajar mengajar.Kita sudah meminta komitmen seluruh rektor untuk membangun kampus sehat, nyaman dan aman
"Kita sudah meminta komitmen seluruh rektor untuk membangun kampus sehat, nyaman dan aman," kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud Nizam dalam seminar virtual Kampus Merdeka dari Kekerasan Berbasis Gender yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Sabtu.
Hal itu sejalan dengan tujuan Kemdikbud untuk membangun lingkungan belajar abad 21 yang dicirikan dengan kampus sehat; tidak ada narkoba asap rokok, minuman keras; warganya sehat jasmani, rohani, spiritual, dan lingkungan; bebas perundungan dan kekerasan seksual.
Sebagai upaya mewujudkan kampus bebas kekerasan seksual, langkah-langkah yang dilakukan Kemdikbud adalah menyiapkan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) untuk kampus bebas dari perundungan dan kekerasan seksual.
Kemdikbud juga meminta komitmen rektor untuk mewujudkan kampus sehat. Hal itu dilakukan juga untuk membuat komitmen perguruan tinggi untuk menciptakan kampus bebas dari kekerasan seksual.
Kemudian, Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemdikbud menyiapkan program dan intervensi kementerian untuk anti radikalisme, kekerasan seksual dan perundungan.
"Kita perlu membuat regulasi dan regulasi itu wujudnya adalah Permendikbud tentang memastikan kampus merdeka dari kekerasan seksual ini betul-betul bisa terwujud, jadi ada hukum positifnya," tutur Nizam.
Saat penerimaan mahasiswa baru, juga dilakukan edukasi maupun program pembinaan karakter dan kehidupan kampus, yang harus dilakukan bersama Puspeka dan perguruan tinggi.
Kampus yang bebas kekerasan seksual memiliki empat prinsip yakni cegah, lapor, lindungi dan tindaklanjuti.
Pada prinsip cegah, dilakukan upaya mempromosikan kampus sehat, edukasi gaya hidup sehat mulai dari program penerimaan mahasiswa baru, panduan dan prosedur standar operasional yang jelas dan tersedia di mana-mana, lingkungan kampus yang sehat , aman dan nyaman.
Pada prinsip lapor, harus ada kejelasan dan kemudahan lapor serta keamanan lapor.
Pada prinsip lindungi, dilakukan perlindungan terhadap pelapor dan penyintas, serta pendampingan terhadap pelapor dan penyintas baik dukungan psikologi maupun advokasi.
Pada prinsip tindaklanjuti, harus ada kejelasan mekanisme dan tindak lanjut laporan, kejelasan sanksi, efek jera, dan perbaikan ke depan.
Kekerasan berbasis gender bisa secara fisik maupun verbal, bisa secara langsung maupun dalam jaringan.
Sebagai contoh kekerasan berbasis gender adalah membagikan gambar, tulisan atau video yang tidak sesuai, gerak tubuh atau sentuhan yang tidak seharusnya, nama atau kata-kata yang mengandung rasisme, komentar tentang agama, gender atau karakteristik fisik yang tidak seharusnya.
Baca juga: Dosen: Bangun komunitas kampus yang anti kekerasan berbasis gender
Baca juga: Figur publik: Edukasi terkait kekerasan gender harus sejak dini
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020