• Beranda
  • Berita
  • Peneliti UI gunakan AI untuk deteksi ujaran kebencian di Twitter

Peneliti UI gunakan AI untuk deteksi ujaran kebencian di Twitter

30 November 2020 18:19 WIB
Peneliti UI gunakan AI untuk deteksi ujaran kebencian di Twitter
Gedung Rektorat UI. ANTARA/Feru Lantara

Okky mengatakan dari total 13.169 cuitan yang berhasil dikumpulkan dengan memanfaatkan Twitter Search API, tercatat 5.561 cuitan adalah ujaran kebencian.

Peneliti dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (Fasilkom UI) Muhammad Okky Ibrohim, M.Kom. dan Dr. Indra Budi memanfaatkan Artificial Intelligence (AI) untuk mendeteksi ujaran kebencian dan bahasa kasar yang di-cuit-kan oleh netizen Indonesia pada media sosial Twitter.

"Hasil riset menunjukkan bahwa kombinasi fitur Word Unigram, Random Forest Decision Tree (RFDT), dan Label Power-set (LP) mampu medeteksi bahasa kasar dan ujaran kebencian yang terdapat di Twitter dengan akurasi 77,36 persen," kata Muhammad Okky Ibrohim dalam keterangannya, Senin.

Penelitian ini kelak dapat dimanfaatkan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri untuk investigasi kejahatan siber di Indonesia.

Okky mengatakan dari total 13.169 cuitan yang berhasil dikumpulkan dengan memanfaatkan Twitter Search API, tercatat 7.608 cuitan adalah bukan ujaran kebencian, dan 5.561 cuitan adalah ujaran kebencian.

Menurut Okky, dalam risetnya ini ujaran kebencian dikategorikan menjadi lima kategori, seperti: agama, ras, fisik, gender atau orientasi seksual, dan umpatan lainnya. Pendeteksian juga mampu mengklasifikasikan target, kategori, dan level ujaran kebencian itu sendiri. Ujaran kebencian diklasifikasikan pada tiga level.
Baca juga: Satu dari 1.000 unggahan di Facebook mengandung ujaran kebencian
Baca juga: Gempita prihatin ujaran kebencian pengaruhi generasi muda


Pertama, weak hate speech yaitu level kata umpatan ditujukan pada individu tanpa unsur provokasi. Kedua, moderate hate speech adalah level umpatan yang ditujukan kepada kelompok tanpa provokasi. Ketiga, strong hate speech adalah level umpatan yang memprovokasi dan berpotensi membuka konflik.

Okky menuturkan penelitian kami berangkat dari maraknya ujaran kebencian dan penggunaan bahasa yang kasar pada media sosial, khususnya Twitter, yang sangat berpotensi menimbulkan konflik antar individu maupun kelompok.

Tidak jarang pula, ujaran kebencian dengan menggunakan bahasa kasar dipakai untuk menyerang seseorang maupun kelompok. Saat ini, kami terus berupaya mengembangkan pemanfaatan AI untuk deteksi hate speech. Kami berharap, dengan adanya alat bantu teknologi, maka akan semakin mempermudah tim melakukan investigasi kejahatan siber.”

Dalam penelitiannya, dikatakan Okky, baik definisi yang digunakan maupun panduan anotasi disusun berdasarkan buku bahasa sosial dan handbook ujaran kebencian, serta divalidasi oleh ahli dengan wawancara dan diskusi kelompok bersama staf Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri), serta seorang linguis. Hal ini dilakukan untuk memvalidasi definisi ujaran kebencian secara tepat.
Baca juga: Facebook dinilai belum berkomitmen tindak tegas ujaran kebencian

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020