"Dari hasil penelitian di Desa Hargomulyo tahun 2009-2015, memang terdapat beberapa orang setempat yang awalnya miskin atau belum memiliki kekayaan, namun setelah beberapa tahun bekerja di penambangan minyak hidupnya menjadi lebih baik," kata pemateri Dosen Jurusan Sosioloi dan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Unnes Semarang Dr Nugroho Trisnu Brata dalam Seminar Nasional Berseri Kajian Antropologi yang digelar oleh Fakultas Ilmu Budaya UGM bekerja sama dengan Asosiasi Antropologi Daerah Istimewa Yogyakarta secara virtual, Senin malam.
Bahkan, kata dia, ada salah satu warga yang awalnya bekerja di SPBU, kemudian beralih profesi menjadi jasa tambal ban dan beralih lagi menjadi pekerja di pertambangan minyak rakyat memang merasakan adanya peningkatan kesejahteraan.
Dari hasil di pertambangan minyak tersebut, kata dia, pada tahun 2012 sudah berani menikah, kemudian selang tiga tahun sudah bisa menjadi juragan minyak hasil pertambangan rakyat.
Demikian halnya, warga lain yang kebetulan menjadi narasumber dalam penelitiannya, kata dia, awalnya merupakan orang miskin, namun setelah menjadi petambang berhasil naik kelas menjadi pemborong sehingga bisa membeli mobil truk bekas untuk peningkatan hasil tambang minyak.
"Bahkan, warga sekitar juga memiliki ide kreatif untuk membeli alat pertambangan serta penjernih solar yang dijual kepada warga sekitar," ujarnya.
Dari hasil di pertambangan minyak rakyat, kini banyak yang mampu membeli mobil dan memiliki kekayaan yang lebih sehingga tidak lagi hidup dalam kekurangan seperti sebelumnya.
Berdasarkan keterangan warga desa setempat, kata dia, awalnya pada tahun 1928 daerah setempat merupakan tergolong daerah miskin, sehingga untuk bisa bertahan hidup terpaksa mencuri dan merampok karena daerah tempat tinggal mereka cukup tandus susah ditanami komoditas pertanian.
Akan tetapi, setelah ada warga yang memiliki ide untuk melakukan penambangan minyak dari sumur minyak yang sebelumnya dikelola Belanda, akhirnya ada kesempatan warga sekitar untuk mengentaskan diri dari kemiskinan.
Dinamika yang berkembang di masyarakat setempat, kata dia, memang cukup dinamis, karena dari awalnya dikelola warga sekitar dan mampu mengentaskan kemiskinan warga sekitar, kemudian muncul upaya perebutan dalam pengelolaannya karena hadir pula perusahaan pelat merah serta aparat di dalamnya.
Jika sebelumnya penjualan minyak hasil pertambangan dari minyak rakyat dimonopoli kepala desa setempat, kemudian digantikan koperasi unit desa (KUD) setempat yang diduga didukung perusahaan pelat merah, serta hadir pula aparat.
Monopoli KUD kemudian berakhir pada tahun 2006 setelah muncul protes warga, kemudian digantikan oleh paguyuban penambang minyak.
Sementara pembahas ada Dr Semiarto Aji Purwanto yang merupakan pengajar Departemen Antropologi FISIP UI dan bertindak sebagai moderator Dr Setiadi FIB Antropologi UGM. ***3***
Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2020