"Kami percaya bahwa vaksin kami akan menjadi alat yang baru dan ampuh yang dapat mengubah jalannya pandemi ini dan membantu mencegah penyakit parah, rawat inap, dan kematian," Stéphane Bancel, Kepala Eksekutif Moderna, Forbes dikutip Selasa.
Penemuan terbaru dari uji klinis Fase 3, yang melibatkan 30 ribu partisipan, menunjukkan vaksin 100 persen efektif mencegah COVID-19 parah dan 94 persen mencegah penyakit itu menyebar lebih luas.
Perusahaan mengatakan temuan itu konsisten di berbagai demografi, termasuk usia, jenis kelamin, dan etnis.
Baca juga: Air France-KLM bersiap-siap terbangkan vaksin COVID-19
Baca juga: Dolly Parton sumbang 1 juta dolar AS untuk vaksin COVID-19 Moderna
Tidak ditemukan adanya masalah keamanan serius kecuali efek samping terbatas pada nyeri di tempat suntikan, sakit kepala dan kelelahan.
Terlepas dari hasil, dan setelah mengumpulkan data keamanan selama dua bulan, Moderna mengatakan akan mengajukan izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA), serta meminta izin pemasaran bersyarat dari European Medicines Agency.
Kabarnya FDA akan mempertimbangkan vaksin pada 17 Desember.
Pada akhir tahun 2020, Moderna ingin bisa memproduksi sekitar 20 juta dosis untuk AS, cukup untuk 10 juta orang, di mana satu orang butuh dua dosis.
Mereka mengaku sanggup memproduksi 500 juta sampai 1 miliar dosis secara global pada 2021.
Penemuan studi Moderna lebih menjanjikan dibanding kandidat vaksin lain dari Pfizer dan BioNTech yang sama-sama mengajukan izin penggunaan pada FDA.
Selain itu, dari sisi sains, ini adalah tonggak penting, menggunakan teknologi RNA yang belum berhasil dipasarkan (vaksin Pfizer dan BioNTech juga dibuat menggunakan RNA).
Baca juga: Inggris peroleh 2 juta dosis tambahan vaksin COVID-19 dari Moderna
Baca juga: Erick ungkap alasan Indonesia tidak beli vaksin Covid Pfizer-Moderna
Baca juga: Vaksin COVID-19 Moderna dibanderol sekitar 300-500 ribu rupiah
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020