Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada November yang menembus level ekspansif 50,6 atau naik hampir tiga poin dibanding Oktober di angka 47,8.Ini merupakan kabar gembira dari sektor industri
Lonjakan PMI manufaktur Indonesia yang dirilis IHS Markit tersebut, didorong oleh peningkatan produksi karena pesanan bertambah signifikan selama tiga bulan terakhir, terutama karena pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta pada Oktober.
“Ini merupakan kabar gembira dari sektor industri. Kenaikan PMI merupakan indikasi ekonomi, khususnya sektor industri, mulai berekspansi menjelang akhir tahun dengan indeks di atas 50,” kata Sekretaris Jenderal Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono di Jakarta, Selasa.
Kemenperin mengapresiasi sektor manufaktur dalam negeri yang ulet dan mampu memanfaatkan peluang bangkit dengan dukungan pemerintah.
“Kami berupaya mempertahankan posisi ekspansi, bahkan meningkatkan angkanya di tahun depan seiring dengan program vaksinasi dari pemerintah,” ujar Sigit.
Kemenperin, lanjut dia, akan terus mendorong pelaksanaan kebijakan strategis untuk mendukung pemulihan industri nasional, sekaligus mewujudkan industri yang maju dan berdaya saing, salah satunya lewat program substitusi impor 35 persen pada 2022.
“Saat ini kondisi sektor industri perlu pendalaman struktur serta perlu kemandirian bahan baku dan produksi, sehingga program ini kami prioritaskan pelaksanaannya,” ujar Sigit.
Pertumbuhan industri nonmigas sepanjang 2020 diperkirakan masih akan terkontraksi namun dengan perbaikan pertumbuhan di angka 2,2 persen.
“Dengan asumsi pandemi COVID-19 sudah dapat dikendalikan serta vaksin sudah tersedia, dan aktivitas ekonomi mulai pulih, pertumbuhan sektor manufaktur diproyeksikan mencapai 3,95 persen pada 2021,” kata Sekjen Kemenperin itu.
Menanggapi hasil survei PMI manufaktur Indonesia pada November 2020, Bernard Aw selaku Kepala Ekonom IHS Markit mengatakan perpindahan ke PSBB transisi memberikan dorongan bagi manufaktur Indonesia pada pertengahan triwulan IV.
“Kenaikan ini sebagian besar didorong oleh kenaikan rekor tertinggi produksi di tengah laporan meluas tentang pembukaan kembali pabrik dan peningkatan permintaan. Permintaan baru juga kembali meningkat, meskipun laju peningkatan hanya pada kisaran marjinal,” paparnya.
Menurut Bernard, keberlanjutan kenaikan PMI akan bergantung pada pemulihan permintaan yang lebih kuat.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto menyampaikan sejak digulirkannya stimulus penurunan harga gas baru sebesar 6 dolar AS per MMBTU oleh pemerintah, sangat mendukung upaya percepatan pemulihan industri keramik di tanah air. Selain itu, ditopang dengan pemberlakuan safeguard untuk produk impor China, India dan Vietnam.
“Upaya tersebut mendorong peningkatan daya saing industri keramik terhadap ancaman produk impor. Jadi, kebijakan pemerintah sangat dirasakan manfaatnya karena tepat sasaran dan tepat waktu,” ujarnya.
Baca juga: Menperin ingin kenaikan PMI manufaktur RI dongkrak pemulihan ekonomi
Baca juga: PMI manufaktur RI naik tipis, Menperin: Kepercayaan tetap tinggi
Baca juga: Kemenkeu: Ini pertama kali sejak April, aktivitas manufaktur melemah
Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020