"Ini memang merupakan hal yang kami hadapi karena memang lebih mudah saat memverifikasi kami sudah mengumpulkan asetnya ketika ke lapangan, jadi bukan hanya untuk menggugat, melainkani juga aset-asetnya sudah kami kantongi," kata Jasmin Ragil Utomo dalam diskusi virtual tentang eksekusi putusan hukum kasus lingkungan hidup dipantau dari Jakarta, Selasa.
Selain itu, kata Ragil, ketika melakukan sita eksekusi, terkadang permasalahannya asetnya tersebar di berbagai institusi dan prosesnya sangat lama. Oleh karena itu, terkait dengan penyitaan aset, biasanya pihak penegak hukum tidak langsung mendapatkan semuanya, tetapi secara bertahap.
Baca juga: Gakkum KLHK Sulawesi gagalkan perdagangan 1.301 binatang langka
Untuk mempermudahnya, Ragil mendorong terbangunnya kerja sama antara instansi untuk mempermudah mendapatkan data aset tersebut.
Selain itu, kendala pelaksanaan eksekusi hasil perkara perdata adalah bagaimana kewenangan eksekusi berada pada ketua pengadilan negeri yang dilaksanakan oleh panitera atau juru sita/juru sita pengganti.
Menurut dia, seharusnya aksi tersebut dilakukan oleh pengadilan. Akan tetapi, banyak yang seharusnya dilakukan pengadilan akhirnya dibebankan pada pemohon eksekusi.
Kendala lain adalah pelaksanaan eksekusi harus tuntas sesuai isi putusan karena keputusan ketua pengadilan yang berbeda-beda satu dengan lainnya.
"Jadi, ini yang tentunya perlu dibangun persepsi yang sama bagaimana menyikapi terkait dengan tuntasnya isi putusan itu," katanya.
Baca juga: KLHK tindak jaringan perdagangan daring cula badak dan gading gajah
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020