“Pemda harus memperhatikan betul kesiapan sekolah, guru, orang tua hingga sarana dan prasarananya sebelum memutuskan pembelajaran tatap muka,” ujar Seto di Jakarta, Selasa.
Dia menambahkan hal itu sejalan dengan apa yang disampaikan pemerintah, yang mana pembelajaran tatap muka harus memperhatikan lima siap, yakni siap daerahnya, siap sekolah dan gurunya, siap sarana prasarana pendukungnya, siap orang tuanya, dan siap peserta didiknya.
“Jangan sampai kejadian seperti di Jerman, yang mana begitu sekolah dibuka, seminggu kemudian banyak dijumpai anaknya yang terinfeksi COVID-19,” kata dia.
Oleh karenanya, Seto meminta agar pemda benar-benar memperhatikan kesiapan banyak pihak sebelum memutuskan pembelajaran tatap muka. Jangan sampai pembelajaran tatap muka menambah beban tenaga medis dalam menangani pasien COVID-19.
Sebenarnya, lanjut dia, pendidikan jarak jauh jika dilakukan dengan baik tidak akan memiliki dampak buruk pada anak. Permasalahannya, PJJ dilakukan dengan memaksakan penuntasan kurikulum sehingga anak dibebani dengan banyak tugas.
Pembelajaran daring, katanya, idealnya sesuai dengan surat edaran yang disampaikan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim, yang mana harus berisi dengan kegiatan kecakapan hidup mengenai pandemi COVID-19, mulai dari mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, memakai masker, hingga berolahraga.
“Semua itu harus dilakukan dengan hati yang gembira,” kata dia.
Kemudian, PJJ tersebut hendaknya tidak menekankan pada penuntasan target kurikulum. Jika hal itu diterapkan, lanjut Seto, maka PJJ tidak akan berdampak buruk pada psikis siswa. Permasalahannya, masih banyak guru yang fokus pada penuntasan kurikulum, padahal situasi saat ini tidak normal akibat pandemi.
Pewarta: Indriani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020