Perjanjian tersebut membuka jalan ke depan untuk diskusi lebih lanjut dan dianggap sebagai terobosan karena akan memungkinkan perunding untuk beralih ke masalah yang lebih substantif, termasuk pembicaraan tentang gencatan senjata.
"Prosedur termasuk pembukaan negosiasi telah diselesaikan dan mulai sekarang, negosiasi akan dimulai dalam agenda," kata Nader Nadery, anggota tim negosiasi pemerintah Afghanistan, kepada Reuters.
Juru bicara Taliban mengonfirmasi hal yang sama di Twitter. Kesepakatan itu muncul setelah diskusi berbulan-bulan di Doha, ibu kota Qatar, dalam negosiasi yang didorong oleh AS.
Di Afghanistan, kedua belah pihak masih berperang, dengan serangan Taliban terhadap pasukan pemerintah terus berlanjut.
Perwakilan Khusus AS untuk Rekonsiliasi Afghanistan Zalmay Khalilzad mengatakan bahwa kedua belah pihak telah menyetujui "perjanjian sepanjang tiga halaman yang mengatur aturan dan prosedur untuk negosiasi mereka tentang peta jalan politik dan gencatan senjata yang komprehensif".
"Kesepakatan ini menunjukkan bahwa para pihak yang bernegosiasi dapat menyepakati masalah-masalah sulit," ujar dia di Twitter.
Baca juga: Pompeo puji peran Indonesia dukung perdamaian di Afghanistan
Baca juga: Pemerintah Afghanistan terkejut atas pengumuman penarikan pasukan AS
Gerilyawan Taliban telah menolak untuk menyetujui gencatan senjata selama tahap awal pembicaraan, meskipun ada seruan dari ibu kota Barat dan badan-badan global, yang menyatakan bahwa langkah itu hanya akan diambil jika jalan ke depan untuk pembicaraan telah disepakati.
Utusan PBB untuk Afghanistan Deborah Lyons menyambut baik "perkembangan positif" tersebut dan menambahkan bahwa "terobosan ini harus menjadi batu loncatan untuk mencapai perdamaian yang diinginkan oleh semua rakyat Afghanistan".
Bulan lalu, kesepakatan yang dicapai antara Taliban dan negosiator pemerintah tertahan pada menit terakhir setelah pemberontak menolak keras pembukaan dokumen itu karena menyebutkan nama pemerintah Afghanistan.
Taliban menolak menyebut tim negosiasi Afghanistan sebagai perwakilan dari pemerintah Afghanistan, karena mereka menentang keabsahan pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Ashraf Ghani, yang mereka lihat sebagai boneka AS.
Taliban digulingkan dari kekuasaan pada 2001 oleh pasukan pimpinan AS karena menolak menyerahkan Osama bin Laden, perancang serangan 11 September di AS. Pemerintah yang didukung AS telah memegang kekuasaan di Afghanistan sejak itu, meskipun Taliban memiliki kendali atas wilayah yang luas di negara itu.
Berdasarkan kesepakatan Februari, pasukan asing akan meninggalkan Afghanistan pada Mei 2021 dengan imbalan jaminan kontra-terorisme dari Taliban, termasuk merundingkan gencatan senjata permanen dan formula pembagian kekuasaan dengan pemerintah Afghanistan.
Sumber: Reuters
Baca juga: AS akan kurangi tentara di Afghanistan jadi 2.500 pada awal 2021
Baca juga: Presiden Afghanistan berterima kasih Qatar dukung proses perdamaian
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2020