Erupsi Gunung Semeru di tengah pandemi COVID-19

2 Desember 2020 23:18 WIB
Erupsi Gunung Semeru di tengah pandemi COVID-19
Guguran lava pijar Gunung Semeru terlihat dari Desa Oro Oro Ombo, Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur, Rabu (2/12/2020). ANTARA FOTO/Umarul Faruq/rwa.
Gunung Semeru merupakan salah satu gunung aktif di Jawa Timur dan tertinggi di Pulau Jawa dengan puncaknya mencapai 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl).

Gunung yang berada di perbatasan Kabupaten Lumajang dengan Malang tersebut merupakan gunung api yang memiliki tipe strato dengan kubah lava dan aktivitas saat ini terdapat di Kawah Jonggring Seloko yang terletak di sebelah tenggara puncak Mahameru yang terbentuk sejak 1913.

Letusan Gunung Semeru umumnya bertipe vulkanian dan strombolian berupa penghancuran kubah/lidah lava, serta adanya pembentukan kubah lava/lidah lava baru. Penghancuran kubah/lidah lava mengakibatkan pembentukan awan panas guguran yang merupakan karakteristik dari Gunung Semeru.

Meningkatnya aktivitas gunung tersebut terjadi sejak Jumat (27/11) yang ditandai dengan guguran lava pijar sebanyak empat kali dengan jarak luncur 200-300 meter.

Kemudian terus mengalami peningkatan setiap harinya hingga mengalami erupsi tidak menerus dengan meluncurkan awan panas guguran ke arah lereng selatan dan tenggara hingga jaraknya 1 kilometer, serta lontaran batu pijar pada Selasa (1/12) pukul 01.23 WIB.

Kepala Subbidang Mitigasi Gunung api Wilayah Barat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Nia Haerani mengatakan teramati awan panas guguran dari kubah puncak, dengan jarak luncur 2 kilometer hingga 11 kilometer ke arah Besuk Kobokan di sektor tenggara dari puncak Gunung Semeru pada Selasa (1/12).

Ia mengatakan pengamatan visual menunjukkan adanya kenaikan jumlah gempa guguran dan beberapa kali awan panas guguran yang diakibatkan oleh adanya ketidakstabilan kubah lava di bagian puncak.

"Dari kegempaan hingga 1 Desember 2020 pukul 06.00 WIB didominasi oleh gempa guguran dan beberapa kali gempa awan panas guguran," katanya.

PVMBG juga memetakan potensi ancaman bahaya erupsi Gunung Semeru berupa lontaran batuan pijar di sekitar puncak, sedangkan material lontaran berukuran abu dapat tersebar lebih jauh tergantung arah dan kecepatan angin.

Potensi ancaman bahaya lainnya berupa awan panas guguran dan guguran batuan dari kubah/ujung lidah lava ke sektor tenggara dan selatan dari puncak. Jika terjadi hujan, dapat terjadi lahar di sepanjang aliran sungai yang berhulu di daerah puncak.

Nia menjelaskan berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental, serta potensi ancaman bahayanya, maka tingkat aktivitas Gunung Semeru masih ditetapkan pada Level II (Waspada).

Ia mengimbau agar masyarakat/pengunjung/wisatawan tidak beraktivitas dalam radius 1 km dari kawah/puncak Gunung Semeru dan jarak 4 km arah bukaan kawah di sektor selatan-tenggara.

Masyarakat juga diminta mewaspadai awan panas guguran, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Semeru. Radius dan jarak rekomendasi itu akan dievaluasi terus untuk antisipasi jika terjadi gejala perubahan ancaman bahaya.

Baca juga: PMI mobilisasi relawan bantu penanganan bencana erupsi Gunung Semeru

Baca juga: Tim SAR lakukan penyisiran cari operator yang hilang di Semeru


Kesiapsiagaan masyarakat

Erupsi Gunung Semeru yang meluncurkan guguran awan panas yang mengarah pada Besuk Kobokan menyebabkan tertimbunnya sejumlah alat berat dan kendaraan milik penambang pasir yang berada di jalur DAS yang dilewati lahar panas tersebut.

Satu orang dikabarkan hilang yakni operator alat berat di areal pertambangan pasir itu, namun pihak BPBD Lumajang belum bisa memastikan apakah operator alat berat itu tertimbun lahar panas atau berada di tempat lain saat kejadian erupsi Gunung Semeru.

Erupsi Gunung Semeru tentu menjadi aktivitas rutin bagi gunung aktif secara berkala, sehingga warga di lereng gunung pun merasa sudah terbiasa dengan bencana erupsi yang berdampak pada turunnya hujan abu vulkanik tersebut.

Salah seorang warga di lereng Gunung Semeru yang berada di Kecamatan Pronojiwo Tien mengaku mendengar suara gemuruh pada Selasa (1/12) sekitar pukul 03.00 WIB, sehingga ia bersama warga sekitar berbondong-bondong untuk ke luar rumah mencari tempat aman.

Ia mengaku sudah terbiasa dengan aktivitas Gunung Semeru dan mengetahui apa yang harus dilakukan saat terjadi erupsi sehingga sebagian warga menuju ke jalan raya dan ke balai desa setempat yang dinilai aman.

Warga terdekat dengan Gunung Semeru yang berada di Dusun Curah Kobokan dan Dusun Kajar Kuning juga berbondong-bondong untuk menuju tempat yang aman, namun mereka juga tetap menggunakan masker saat keluar rumah karena Kabupaten Lumajang pada akhir November 2020 masuk zona merah COVID-19.

Berdasarkan data BPBD Lumajang, ratusan warga mengungsi di Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Semeru di Gunung Sawur yang berada di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro dan sebagian di Balai Desa Supiturang.

Wilayah yang berpotensi terdampak aktivitas vulkanik Gunung Semeru meliputi Desa Supiturang, Oro-oro Ombo, dan Rowobaung di Kecamatan Pronojiwo serta Desa Sumberwuluh di Kecamatan Candipuro di Kabupaten Lumajang.

Bupati Lumajang, Thoriqul Haq bersama Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati langsung meninjau lokasi di Dusun Curah Kobokan, Desa Supit Urang Kec Pronojiwo, serta berkoordinasi dengan petugas Pos Pantau Pengamatan Gunung Api (PPGA) Semeru terkait dengan aktivitas Gunung Semeru.

Bupati yang biasa dipanggil Cak Thoriq itu juga meminta agar masyarakat juga mewaspadai saat hujan turun yang sewaktu-waktu bisa meluap akibat lahar panas Semeru yang memenuhi Daerah Aliran Sungai (DAS) Curah Kobokan.

Thoriq mengimbau masyarakat yang ada di sekitar DAS lahar Semeru untuk waspada apabila hujan turun karena dimungkinkan akan menjadi arus sungai dari lahar Semeru meluas ke pemukiman.

Pemkab Lumajang juga menyiapkan posko pengungsian untuk tempat evakuasi untuk para pengungsi yang terdampak erupsi guguran awan panas Gunung Semeru.

Tenda pengungsian tersebut juga diatur sedemikian rupa dengan kapasitas terbatas karena situasi pandemi COVID-19, sehingga satu tenda yang sebelumnya berkapasitas 50 orang menjadi 30 orang.

Kepala Bidang Pencegahan, Kesiapsiagaan dan Logistik BPBD Lumajang Wawan Hadi Siswoyo mengatakan petugas dan relawan sudah mengevakuasi warga ke lokasi yang aman untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Mitigasi bencana alam juga sudah dilakukan sejak lama, sehingga warga di lereng Gunung Semeru sudah paham apa yang harus dilakukan ketika terjadi erupsi sewaktu-waktu.

BPBD Lumajang juga sudah mendistribusikan sekitar 5.000 masker kepada warga yang terdampak abu vulkanik Gunung Semeru dan stok masker juga disiagakan di posko untuk mengantisipasi permintaan masker warga sekitar.

"Kami mengimbau masyarakat di lereng Gunung Semeru tetap tenang, namun meningkatkan kewaspadaannya. Saya imbau warga tidak mudah percaya isu yang menyesatkan dari sumber yang tidak jelas terkait aktivitas Gunung Semeru," katanya.

Masyarakat diimbau agar tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaan. Erupsi ekplosif dan efusif, menghasilkan aliran lava ke arah lereng selatan dan tenggara, serta lontaran batuan pijar di sekitar kawah puncak.*

Baca juga: Gunung Semeru masih luncurkan awan panas

Baca juga: Satu orang diduga hilang saat evakuasi letusan Semeru

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020