"Peningkatan empat digit dalam jumlah pengguna yang kami amankan dari berbagai ancaman online membuktikan bahwa pelaku kejahatan siber sangat menyadari betul akan celah baru yang dapat mereka manfaatkan untuk membidik sektor pendidikan yang sudah memikul beban cukup berat sebelumnya," ujar General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky, Yeo Siang Tiong, dalam keterangan tertulis, Kamis.
Dari catatan Kaspersky,jumlah total serangan DDoS secara global meningkat 80 persen pada kuartal pertama 2020 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019, dengan serangan terhadap sumber daya pendidikan (educational resources) menjadi penyumbang cukup besar terhadap peningkatan tersebut.
Baca juga: Pakar keamanan siber temukan ratusan phising curi akun PUBG Mobile
Baca juga: E-commerce dan layanan pemesanan akan terus jadi target peretasan
Di tengah Januari dan Juni 2020, jumlah serangan DDoS yang memengaruhi sumber daya pendidikan meningkat setidaknya 350 persen jika dibandingkan dengan bulan yang sama pada 2019.
Dalam serangan penolakan layanan (DoS), para pelaku kejahatan siber berusaha membanjiri server jaringan dengan permintaan layanan sehingga server terhenti dan menolak akses pengguna.
Serangan DDoS termasuk sangat merusak karena dapat berlangsung selama beberapa hari hingga beberapa minggu, sehingga menyebabkan gangguan pada operasi organisasi. Dalam kasus sumber daya pendidikan, itu akan menolak akses siswa dan staf menuju materi penting.
Kaspersky Security Network (KSN) juga menunjukkan lonjakan tajam dalam jumlah pengguna di Asia Tenggara yang menghadapi ancaman yang menyamar sebagai platform e-learning dan konferensi video selama tiga kuartal pertama tahun 2020. Aplikasi dan alat tersebut termasuk Moodle, Zoom, edX, Coursera, Google Meet, Google Classroom, dan Blackboard.
Dari hanya 131 pengguna yang terpengaruh pada Januari hingga Maret 2020, kuartal kedua menunjukkan solusi Kaspersky melindungi sebanyak 1.483 pengguna unik di Asia Tenggara dari ancaman online yang terkait dengan pendidikan virtual dan aplikasi konferensi video online, ini merupakan peningkatan sebesar 1032 persen dalam skala perbandingan per kuartal.
"Transisi online yang dipaksakan namun diharuskan ini telah membuat para pengajar kewalahan dan khawatir, yang juga berarti mereka lebih rentan menjadi mangsa trik rekayasa sosial yaitu sebuah metode lama namun efektif, seperti phishing dan scam," kata Yeo.
Baca juga: Tips bagi UKM Indonesia bertransformasi digital dengan aman
Baca juga: Studi Kaspersky: Anak-anak lebih pemarah akibat main game
Perusahaan keamanan siber global tersebut juga memantau sedikit penurunan hingga 1.166 pengguna hampir terinfeksi malware di kuartal ketiga.
Selain itu, Kaspersky menyarankan para pengajar dapat meningkatkan keamanan online salah satunya dengan mempelajari tentang alat yang digunakan. Ketahui kemampuan dan fiturnya sebaik mungkin, dengan membaca seluruh petunjuk, mempelajari antarmuka, dan mencari di Internet untuk panduan konfigurasi. Pastikan juga mengikuti aturan yang ditetapkan oleh institusi.
Selanjutnya, para pengajar sebaiknya membatasi alat TI dengan memilih untuk menyelenggarakan kelas yang nyaman baik bagi guru dan siswa. Lebih banyak alat tidak selalu berarti memberikan pengalaman yang lebih baik. Sebelum memulai kelas, pastikan memiliki alat yang memadai untuk pekerjaan itu dan seluruh peserta dalam proses pendidikan merasa nyaman menggunakannya.
Para pengarajar disarankan untuk menerapkan kata sandi unik untuk setiap layanan untuk setiap akun. Kemudian, penting unutk mengetahui dan memahami cara mengenali email phishing.
Baca juga: Sejak pandemi, aktivitas anak main game komputer berkurang
Baca juga: Waspadai aplikasi pra-instal dalam ponsel
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020