"Mendorong dibuatnya kesepakatan bilateral antara Indonesia dengan negara tujuan di luar ASEAN terkait Mutual Legal Assistance (MLA) dan ekstradisi dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO)," kata Fatimana Agustinanto, pejabat Program Nasional untuk Program Maritim Global UNODC, dalam webinar Migrant CARE, Jumat.
Menurut UNODC, kerja sama internasional dibutuhkan dalam penanganan kasus-kasus kejahatan terhadap tenaga kerja di sektor kelautan, salah satunya "karena kejahatan ini tidak hanya terjadi di satu negara, dibutuhkan hukum internasional antarnegara untuk menangkap dan menghukum pelaku secara maksimal."
MLA, atau Bantuan Hukum Timbal Balik, merupakan kerja sama internasional secara formal --selain ekstradisi, yang perlu dilengkapi dengan kerja sama informal berupa pertukaran informasi antara para aparat penegak hukum dan intelijen negara-negara terlibat.
Indonesia telah meratifikasi beberapa perangkat hukum tindak kejahatan perbudakan di sektor kelautan, antara lain Konvensi PBB untuk Kejahatan Transnasional Terorganisasi (UNTOC) dan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS).
Sementara di kawasan, Indonesia bersama negara-negara Asia Tenggara telah meratifikasi beberapa kerangka hukum, yakni ASEAN Mutual Legal Assistance (MLAT) dan Konvensi ASEAN untuk TPPO (ACTIP).
Selain itu, kata Agustinanto, UNODC juga mendorong Indonesia agar meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum kemaritiman garis depan terkait TPPO, termasuk untuk identifikasi korban dan menjalankan penyelidikan, serta prosedur dan proses melakukan MLA dan ekstradisi.
Baca juga: WNI korban perdagangan orang dipulangkan dari Timur Tengah
Baca juga: Kasus TPPO anak-perempuan fenomena gunung es, sebut: KPPPA
Baca juga: Pakar PBB: Pelaku perdagangan orang ambil kesempatan dari pandemi
Kemlu tempuh kerja sama hukum bagi ABK korban eksploitasi
Pewarta: Suwanti
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2020