"Kami sekarang tahu orang dapat memiliki efek kesehatan jangka panjang dari virus ini, komplikasi neurologis, dan sekarang ada beberapa kekhawatiran nyata di sini bahwa pria dapat memiliki masalah jangka panjang disfungsi ereksi akibat virus ini," kata pakar penyakit menular, Dena Grayson seperti dilansir dari Health, Rabu.
Baca juga: Ingin sehat? Pria jangan lakukan kebiasaan ini
Menurut dia, kondisi ini terjadi karena virus menyebabkan masalah pada pembuluh darah dan sesuatu yang sangat memprihatinkan.
Sebuah studi dalam Journal of Endocrinological Investigation pada bulan Juli meneliti efek COVID-19 pada kesehatan seksual dan reproduksi pria dan menemukan korelasi antara penyintas virus corona dan DE.
Walau begitu, hubungan antara COVID-19 dan DE masih belum diketahui persis. Tetapi para ahli sepakat berbagai faktor dapat menyebabkan potensi timbulnya DE setelah COVID-19.
Salah satu faktornya bisa jadi efek peradangan. Dokter dari klinik kesehatan pria Roman, Mike Bohl mengatakan, pada banyak orang, kerusakan tubuh akibat COVID-19 bukan dari virus itu sendiri, tetapi respons tubuh terhadap virus. Dengan kata lain, COVID-19 memicu hiperinflamasi.
Hiperinflamasi dapat menyebabkan pembentukan gumpalan darah kecil serta pembengkakan endotel atau lapisan pembuluh darah.
"Disfungsi endotel ini, ditambah adanya gumpalan darah, pada akhirnya mengganggu aliran darah, (paling penting dalam hal ereksi)," tutur Bohl.
Baca juga: Tanda kala para pria dilanda depresi
COVID-19 juga dapat memperburuk kondisi jantung yang sudah ada, ditambah banyak obat yang digunakan untuk mengobati kondisi jantung bisa menyebabkan efek samping berupa disfungsi ereksi.
"Jadi ada dua hal yang berpotensi terjadi di sini, virus penyebab COVID-19 dan molekul inflamasi yang merusak pembuluh darah, serta obat-obatan yang menyebabkan efek samping," kata Bohl.
Faktor lain
Bohl mengatakan, stres, kecemasan, dan depresi selalu menjadi penyebab potensial disfungsi ereksi dan karena angka itu meningkat karena pandemi, maka tingkat disfungsi ereksi juga bisa meningkat.
Di sisi lain, DE biasanya merupakan gejala dari masalah kesehatan yang mendasarinya. Pria dengan kesehatan yang buruk lebih mungkin mengembangkan DE dan juga mengalami komplikasi terkait COVID-19.
Profesor klinis urologi, Jesse N. Mills menuturkan, COVID-19 menyebabkan stres fisiologis dan psikologis parah, yang menyebabkan penurunan kadar testosteron dan peningkatan pelepasan hormon stres.
Padahal, seorang pria harus memiliki fungsi saraf yang baik, kadar hormon (testosteron), aliran darah yang cukup dan keinginan untuk ereksi yang normal.
Meskipun sejumlah faktor dapat menjelaskan alasan COVID-19 dapat menyebabkan DE, para ahli menegaskan perlu lebih banyak penelitian.
Baca juga: Pola makan terbaik agar pria tak kena disfungsi ereksi
Baca juga: Ketimbang viagra, minyak zaitun lebih ampuh atasi impotensi
Baca juga: Dehidrasi bisa sebabkan disfungsi ereksi
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020