• Beranda
  • Berita
  • Benarkah delirium gejala baru COVID-19? Ini faktanya

Benarkah delirium gejala baru COVID-19? Ini faktanya

11 Desember 2020 13:22 WIB
Benarkah delirium gejala baru COVID-19? Ini faktanya
Petugas medis (kiri) memimpin senam pagi bersama pasien COVID-19 berstatus Orang Tanpa Gejala (OTG) di Stadion Patriot Chandrabhaga, Bekasi, Jawa Barat, Senin (28/9/2020). Olahraga pagi yang dilakukan rutin setiap hari oleh 25 pasien tersebut untuk meningkatkan imunitas tubuh selama menjalankan isolasi. ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/pras.
Jakarta (ANTARA/JACX) - Sebuah unggahan infografik yang mencatut logo Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 beredar di Twitter sejak Rabu (9/12) yang menyebut delirium sebagai gejala baru penyakit yang diakibatkan virus SARS-CoV-2 itu.

Infografik yang menampilkan visualisasi perempuan bermasker itu mencantumkan delapan gejala delirium, di antaranya suka melamun, lamban bereaksi, mudah tersinggung dan suasana hati mendadak berubah.

Logo slogan "Ingat Pesan Ibu" dari Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) juga disematkan, seakan menegaskan informasi itu resmi berasal dari Satgas COVID-19.

Namun, benarkah Satgas Penanganan COVID-19 membuat dan menyebarkan infografik tentang delirium itu?
 
Infografik hoaks yang mencatut Satgas Penanganan COVID-19 tentang delirium sebagai gejala baru COVID-19. (Twitter)


Penjelasan

Dalam balasan pesan singkat kepada ANTARA di Jakarta, Kamis (10/12), Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito membantah informasi dalam infografik itu berasal dari pihaknya.

"Sedang dicari siapa yang membuat info itu. Bukan kami," kata Wiku.

Penelusuran ANTARA, kajian terkait delirium pada pasien COVID-19 itu salah satunya merujuk pada hasil penelitian yang dimuat di Perpustakaan Obat-obatan Institut Kesehatan Nasional AS.

Penelitian berjudul "Delirium pada COVID-19: Korelasi epidemologi dan klinis pada sekelompok besar pasien yang dirawat di rumah sakit akademis" menyatakan delirium menjadi komplikasi umum rawat inap pada pasien-pasien dengan dugaan pneumonia COVID-19 yang dirawat di rumah sakit saat puncak pandemi.

Komplikasi itu terkait usia pasien yang lebih tua, komobid neurologis, serta kandungan urea dalam darah dan dehidrogenase laktat yang tinggi.

Dalam situsnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan delirium merupakan salah satu gejala komplikasi neurologis yang jarang terjadi tapi menyebabkan sakit parah.

Selain delirium, komplikasi neurologis lain adalah stroke, radang otak, dan kerusakan saraf.

Dalam penjelasan lain, WHO menyatakan COVID-19 dapat menyebabkan komplikasi penyakit mental dan neurologis.

"Orang dengan gangguan mental, neurologis, atau penyalahgunaan zat juga lebih rentan terhadap infeksi SARS-CoV-2. Mereka mungkin memiliki risiko lebih tinggi untuk sakit yang lebih parah, bahkan kematian," kata WHO.

Klaim: Satgas sebut delirium merupakan gejala baru COVID-19
Rating: Salah/disinformasi

Cek fakta: Kode batang vaksin COVID-19 akan dipasangkan di tubuh?

Cek fakta: Vaksin COVID-19 AstraZeneca gunakan jaringan janin aborsi?


Baca juga: Mengupas delirium, penyakit bingung mendadak

Pewarta: Tim JACX
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2020