Direktur Utama PT Pusri Tri Wahyudi Saleh di Palembang, Selasa, mengatakan, pemasangan instrumen baru ini juga dimaksudkan untuk memaksimalkan pengelolahan limbah di Pabrik Pusri Palembang yang meliputi, limbah cair, limbah udara dan limbah B3.
“Kami sudah melakukan pengelolaan limbah dengan baik, ke depan akan dikawal lagi oleh Kementerian LHK sehingga nantinya bisa dipantau dari Jakarta,” kata Tri yang diwawancarai setelah menerima Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI ke pabrik PT Pusri Palembang.
Baca juga: Pusri pastikan stok pupuk subsidi aman
Ia mengatakan warga Palembang terutama di sekitar pabrik tidak perlu khawatir terkait limbah ini karena Pusri sangat serius dalam mengatasinya dengan memiliki sistem pengolahan limbah.
Bahkan, melalui sistem ini membuat terjadi keseimbangan lingkungan dari hulu ke hilir sehingga ketika limbah cairnya masuk ke Sungai Musi maka sudah bisa diterima oleh lingkungan.
Untuk upaya-upaya PT Pusri itu, pemerintah melalui Kementerian LHK juga sudah mengapresiasi perusahaan dengan pemberian penghargaan Proper 2020, yang mana Pusri menerima Proper Hijau.
“Adanya penghargaan itu menunjukkan bahwa Pusri sebagai industri kimia sudah cukup baik dalam pengelolaan limbahnya,” kata dia.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI Riezky Aprilia mengatakan kedatangan pihaknya ke Pabrik Pusri Palembang ini tak lain untuk menindaklanjuti laporan masyarakat terkait limbah amonia yang mengeluarkan bau tidak sedap.
Baca juga: Dirut baru lanjutkan tranformasi bisnis Pusri jadi agriindustri
“Kami akui ini masih dalam proses, tadi kami sudah mengecek langsung. Pusri sudah melakukan semaksimal mungkin, tapi juga butuh bantuan dari masyarakat agar bersinergi untuk sama-sama menjaga lingkungan,” kata wakil rakyat dari Partai PDI-P daerah pemilihan Sumatera Selatan ini.
Ia mengatakan Pusri sudah berjanji untuk memperbaiki persoalan tersebut secara bertahap, serta menemukan solusi terbaik agar warga di sekitar pabrik tidak merasa dirugikan atas keberadaannya.
“Bagaimana caranya agar warga di sekitar sungai terhindar dari polusi suara, ini salah satu laporan yang juga kami terima dari masyarakat,” kata dia.
Selain itu, ia juga menyoroti terkait seberapa efektif penyaluran dana tanggung jawab sosial karena muncul keluhan warga lantaran tidak merasakan manfaat nyata.
”Kami mengharapkan dana CSR ini benar-benar menyentuh masyarakat di sini (Palembang), bukan justru ke tempat yang jauh-jauh,” kata dia.
Hal ini juga disampaikan anggota Komisi IV DPR RI lainnya, Reni Astuti dari Partai Gerinda dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I.
“Masyarakat masih menyampaikan soal bau amonia, dan dana CSR yang tidak merata. Kami berharap ini menjadi perhatian,” kata Reni.
Terkait itu, Direktur Operasi dan Produksi Filius Yuliandi mengatakan adanya limbah amonia itu lantaran saat ini Pusri masih memiliki pabrik yang berusia sudah tua yakni Pusri III.
Namun, Pusri sudah membuat perencanaan untuk membangun Pusri 3B yang lebih ramah lingkungan dengan opsi lokasi di Palembang (Sumsel) dan Dumai (Riau). Proyek ini akan menggunakan dana konsorsium berkisar Rp10 triliun.
“Memang kami akui di pabrik masih ada bau amonia, tapi masih memenuhi kategori bahan baku mutu. Kami juga membuat ‘barrier’ ke lingkungan sekitar. Ini bentuk komitmen kami untuk menjaga lingkungan sebaik-baiknya,” kata Filius.
Terkait Dana CSR, Komisaris PT Pusri Bambang Soepriambodo mengatakan dirinya akan mengarahkan perusahaan untuk mengadopsi cara yang dilakukan Pupuk Kaltim dalam melakukan pemetaan sosial terkait bantuan CSR ini.
Sejauh ini, Pusri sudah membuat beberapa program di antaranya, bantuan air bersih di Pulau Kemaro, Rumah Tahfiz, program kemitraan usaha kecil, pencungkitan kain khas songket, program kampung holtikultura, dan program beasiswa anak petani jadi sarjana.
“Kami menjanjikan akan ada skala prioritas, jangan bantu yang jauh,” kata dia.
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020