"Ada yang perlu diperhatikan negara terkait wilayah adat, perlakuan terhadap masyarakat adat, dan memastikan penguatan serta fasilitasi perempuan adat," kata Devi dalam simposium yang diikuti secara daring dari Jakarta, Rabu.
Devi mengatakan masih kerap terjadi konflik pembangunan di beberapa wilayah adat. Perempuan adat masih kerap ditinggalkan dalam penyelesaian konflik serta pembangunan.
Riset yang dilakukan Perempuan AMAN menemukan partisipasi masyarakat adat, terutama perempuan adat, dalam pembangunan di daerahnya sendiri masih sangat rendah.
Baca juga: Menteri PPPA: Peran perempuan adat diakui secara global
Baca juga: Cara perempuan adat bertahan di masa pandemi COVID-19
Di sisi lain, perempuan adat yang sebagian besar merupakan ibu rumah tangga yang memiliki keluarga mengalami banyak keterbatasan dan hambatan untuk bisa keluar dari kampungnya.
"Banyak situasi dan tantangan yang dihadapi perempuan adat. Perlu ada tindakan kolektif yang terorganisasi dan sistematis untuk bisa membuat keterbatasan dan hambatan tersebut dapat dihadapi oleh perempuan adat," tuturnya.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga mengatakan peran perempuan dan masyarakat adat dalam kemajuan bagi sesama telah diakui pemangku kepentingan global maupun nasional.
"Hak yang sama antara laki-laki dan perempuan sedang kencang digelorakan. Di Indonesia, jaminan itu tertuang secara jelas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024," katanya.
Sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945, Bintang menyatakan pemerintah berkomitmen terus berjuang, mengisi kesenjangan-kesenjangan yang masih terbuka untuk memberikan hak dan pelindungan bagi seluruh perempuan dan anak Indonesia, termasuk perempuan dan anak-anak dari masyarakat adat.*
Baca juga: RUU Masyarakat Adat harus penuhi hak kolektif perempuan adat
Baca juga: Sejumlah perempuan berpakaian adat ikut unjuk rasa dukung RUU KPK
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020