Pemerintah Indonesia melancarkan tujuh alternatif kebijakan dalam merespon kebijakan Uni Eropa pascaCOVID-19 terkait produk kelapa sawit asal Indonesia, di mana yang pertama adalah Program Mandatory Biodiesel.
“Program tersebut menjadi salah satu instrumen stabilisasi harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) karena setiap pengurangan 1 juta ton stok CPO, akan menaikkan harga CPO 96 dolar AS per ton,” kata Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Mahmud lewat seminar web digelar Kamis.
Musdhalifah mengatakan, pandemi COVID-19 berdampak negatif terhadap harga CPO di awal 2020 karena adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), namun dibandingkan sektor lain, sawit menyumbang kontribusi positif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada kuatal I/2020 dan harga CPO kembali naik pada kuartal III/2020.
Kebijakan selanjutnya yakni hilirisasi industri sawit Indonesia, karena daya saing produk-produk kelapa sawit Indonesia berdaya saing di pasar global.
Terdapat tiga jalur hilirisasi industri CPO yakni hilirisasi oleopangan (oleofood complex), oleokimia (oleochemical complex), dan biofuel (biofuel complex).
Baca juga: Kemenko Perekonomian: RI perlu bangun simpati pasar global soal sawit
Adapun kebijakan gang mendukung hilirisasi minyak sawit yakni insentif pajak, pengembangan kawasan industri terintegrasi, dan mandatory biodiesel untuk subtitusi solar impor.
Kemudian, pemerintah juga berupaya meningkatkan ekspor dan pembukaan pasar baru tujuan ekspor, di mana pada 2019 Tiongkok menggantikan India yang selama 2012-2018 berada di posisi pertama sebagai negara tujuan ekspor minyak sawit Indonesia yang nilai ekspornya terus meningkat.
“Selain menjaga tren peningkatan volume dan nilai ke negara tujuan ekspor, promosi dilakukan di negara tujuan ekspor baru seperti di Afrika, Amerika Latin, serta tetap melalukan advokasi positive campaign di Uni Eropa,” ujar Musdhalifah.
Strategi selanjutnya adalah lewat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yakni dengan mengimplementasikan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO).
Baca juga: Menlu RI desak EU perlakukan minyak kelapa sawit secara adil
“Kita tidak bisa menghindari bahwa sustainalibity adalah tren global. Kita juga sebenernya di dalam negeri sadar betul. Kita sudah punya 122 regulasi untuk menjalankan pengelolaan-pengelolaan yang berbasis sumber daya alam. Semua itu sudah terangkup di dalam ISPO,” ujar Musdhalifah.
Selain itu, Indonesia juga memiliki Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB) melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2019 tentang RAN KSB yang melibatkan 18 Kementerian/Lembaga dan organisasi internasional untuk mendukung dan menjalankan rencana aksi tersebut.
“Kita mengharapkan dukungan pemerintah daerah, kita mengharapkan APBN di masing-masing Kementerian/Lembaga, APBD di masing-masing provinsi dan kabupaten, serta lembaga masyarakat untuk mewujudkan target-target data yang baik dan terkini untuk menjalankan ISPO,” ujar Musdhalifah.
Terakhir yakni lewat pengesahan Undang-undang Cipta Kerja yang diharapkan dapat berkontribusi untuk memperbaiki tata kelola perkebunan kelapa sawit di Indonesia agar lebih baik yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas serta kemudahan seluruh pelaku untuk mendapatkan akses informasi dan pembiayaan.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020