Ketua Himsataki Tegap Harjadmo ketika dihubungi di Jakarta, Senin malam, mengatakan yang diperlukan saat ini adalah mencari solusi atas keluhan pemerintah Taiwan atas kualitas kesehatan calon pekerja migran ke sana.
Sebelumnya, Taipei Economic and Trade Office (TETO) di Jakarta melalui rilisnya menyatakan pekerja migran Indonesia sudah menjadi sumber utama kasus COVID-19 dari luar (impor). Sejak 16 Oktober hingga 17 Desember 2020, telah ditemukan total 226 kasus impor, 127 orang (50 persen) diantaranya adalah pekerja migran asal Indonesia.
Ia menjelaskan, sari 127 itu, sebanyak 76 (60 persen) diantaranya membawa hasil pemeriksaan PCR negatif dari Indonesia, namun setelah diperiksa di Taiwan dikonfirmasi positif. Hal ini mengejutkan dan menimbulkan perhatian serius dari masyarakat Taiwan.
Baca juga: Carut marut kebijakan pelindungan pekerja migran
Himsataki mengusulkan agar pada saat pembekalan akhir sebelum pemberangkatan dilakukan karantina atas calon pekerja migran. Semua persiapan akhir, petuah, urusan administrasi, termasuk tes usap (swab) PCR COVID-19 dilakukan secara terpusat oleh pemerintah (BP2MI)
"Kita lakukan secara terpusat. Pembekalan akhir dan tes usap PCR dilakukan oleh BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia)," kata Tegap.
Dengan demikian diharapkan calon pekerja migran dites usap oleh pihak atau otoritas yang kredibel dan ditunjuk oleh pemerintah. "Bila perlu dan berkenan perwakilan TETO juga hadir di sana," ujar Tegap.
Pada bagian lain, dia mengapresiasi Kemenaker yang memberi penghargaan Indonesia Migran Worker 2020 pada hari Migran Day yang jatuh pada 18 Desember 2020 lalu, dan BP2MI meresmikan fasilitas layanan Pekerja Migran Indonesia VVIP sebagai bentuk hadiah istimewa bagi calon PMI yang mau berangkat dan pulang bekerja dari luar negeri.
Baca juga: Himsataki siapkan penempatan 30.000 pekerja migran ke Jepang pada 2021
Baca juga: Himsataki harapkan kunjungan Ka.BP2MI ke UEA hasilkan aturan yang adil
Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020