• Beranda
  • Berita
  • RUU Pemborosan Makanan di China berlakukan denda Rp21 juta

RUU Pemborosan Makanan di China berlakukan denda Rp21 juta

23 Desember 2020 16:19 WIB
RUU Pemborosan Makanan di China berlakukan denda Rp21 juta
Salah satu restoran di kawasan internasional, Sanlitun, Beijing, yang tetap ramai di tengah pandemi global. Oleh karena pandemi di China relatif terkendali, maka pemerintah setempat mengizinkan restoran buka seperti biasa tanpa jaga jarak selama pengunjung bisa menunjukkan green card sebagai penanda bebas COVID-19. ANTARA/M. Irfan Ilmie.

Makanan sampah itu seperti penyakit yang sampai sekarang masih terus terjadi dan terjadi lagi. Ini telah menjadi persoalan besar di tengah masyarakat. Beberapa anggota dan penasihat NPC juga sudah menyarankan adanya tindakan untuk mencegah timbulnya

Restoran dan penyedia katering di China terancam denda hingga 10.000 yuan atau sekitar Rp21,7 juta jika merekomendasikan konsumen memesan makanan dalam kadar berlebih yang justru bisa menimbulkan limbah.

Dalam Rancangan Undang-Undang Pencegahan Pemborosan Makanan yang sedang digodok dalam sidang Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional (NPC) dicantumkan besaran denda antara 1.000 hingga 10.000 yuan atau sekitar Rp2,1 juta hingga Rp21 juta.

Biasanya, draf RUU itu akan disahkan setelah disidangkan tiga kali oleh NPC selaku lembaga legislatif di China, demikian media resmi setempat, Rabu.

Draf RUU mewajibkan restoran dan penyedia katering untuk mengingatkan para konsumennya agar memesan makanan sesuai kebutuhan.

Daftar menu harus mencantumkan beberapa informasi, di antaranya tentang jumlah orang yang direkomendasikan memesan satu set atau porsi makanan.

Pihak restoran bisa meminta konsumennya yang memesan makanan terlalu banyak untuk membayar denda sesuai jumlah sisa makanan.

Dalam Pasal 23 RUU tersebut juga menyebutkan pentingnya kesehatan dan konsumsi makanan yang rasional serta pola hidup sehat, demikian Wakil Ketua Komisi Legislatif NPC Xu Anbiao.

Menurut dia, ketahanan pangan menjadi faktor utama ketahanan nasional karena timbulnya limbah makanan dipicu oleh ketidaklaziman mengonsumsi sumber daya, seperti air, energi, dan lahan.

"Makanan sampah itu seperti penyakit yang sampai sekarang masih terus terjadi dan terjadi lagi. Ini telah menjadi persoalan besar di tengah masyarakat. Beberapa anggota dan penasihat NPC juga sudah menyarankan adanya tindakan untuk mencegah timbulnya limbah makanan," ujarnya.

Sejak Kongres Nasional Partai Komunis China (CPC) 2012, Presiden Xi Jinping telah menekankan pentingnya pencegahan limbah makanan akibat pembelian di luar batas kewajaran.

Pada bulan Agustus lalu, pimpinan NPC mulai menyusun legislasi persoalan tersebut. Sejak saat itu, tim khusus RUU dibentuk dan mengambil referensi dari berbagai negara, termasuk Uni Eropa, Jepang, Italia, Prancis, dan Inggris.

Penyedia layanan katering, dalam draf RUU tersebut juga melarang menyiarkan program atau video terkait pemesanan makanan berlebihan dan jika melanggar ketentuan itu bisa didenda 10.000 hingga 100.000 yuan (Rp21,7 juta hingga Rp217 juta).

Instansi pemerintahan juga mendapatkan amanat mengontrol dan mengendalikan limbah makanan.


Baca juga: Mutasi corona baru belum ditemukan, China perketat pengamanan

Baca juga: Beijing perpanjang masa karantina pendatang menjadi 21 hari

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2020