"Kebijakan rapid test antigen pada libur akhir tahun saat ini harus diikuti dengan ketersediaan SDM dan fasilitas pemeriksaan yang memadai di setiap bandara atau stasiun kereta api. Jangan sampai malah memicu penularan COVID-19," kata dia di Banjarmasin, Sabtu.
Menurut Syamsul, ketidaktersediaan sumber daya yang tak memadai akan menyebabkan antrian panjang masyarakat yang justru mengakibatkan tidak dapat menerapkan protokol kesehatan dengan disiplin terutama dalam hal menjaga jarak minimal 1 meter antar calon penumpang.
Di samping hal tersebut, agar tidak terjadi kerumunan saat pemeriksaan rapid antigen, maka sosialisasi dapat dilakukan pada saat calon penumpang melakukan pemesanan tiket.
"Pesan disampaikan melalui email atau SMS pada saat calon penumpang telah positif membeli tiket yang dapat disampaikan oleh operator agen perjalanan," jelas Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran ULM itu.
Syamsul menyarankan para calon penumpang dapat melakukan pemeriksaan tes cepat antigen tidak di bandara tetapi dapat dilakukan pada laboratorium lain yang telah memenuhi standar pemeriksaan satu hari sebelum keberangkatan, sehingga kerumunan dapat diminimalkan.
Mengantisipasi transmisi COVID-19 pada momen libur akhir tahun, Satgas Penanganan COVID-19 menerbitkan surat edaran yang menyebutkan untuk perjalanan dari dan ke Pulau Jawa serta di dalam Pulau Jawa, pelaku perjalanan yang menggunakan moda transportasi udara dan kereta api antarkota wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif menggunakan tes cepat antigen paling lama 3x24 jam sebelum keberangkatan sebagai persyaratan perjalanan dan mengisi e-HAC Indonesia.
Penerapan tes cepat antigen menurut Syamsul merupakan kebijakan yang lebih baik dibandingkan dengan kebijakan penerapan rapid antibodi. Hal ini karena sensivitas dan spesifitas pemeriksaan lebih baik dibandingkan tes cepat melalui pemeriksaan darah.
Organisasi kesehatan dunia atau WHO pada panduannya yang diterbitkan pada 11 September 2020 merekomendasikan penggunaan tes cepat antigen yang memiliki sensitivitas lebih dari 80 persen dan spesifitas lebih dari 97 persen untuk penegakan diagnosis COVID-19 dalam keadaan terbatasnya pemeriksaan tes usap PCR.
Pewarta: Firman
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020