Ketua Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI) 15 Umar Chusaeni di Magelang, Minggu, mengatakan dampak pandemi bagi seniman sebagai kegelisahan, hidup dengan ketidakpastian.
Secara ekonomi, katanya barang seni itu merupakan kebutuhan sekunder kalau dilihat bahwa ini kebutuhan kesenangan yang betul-betul orang tertentu yang membutuhkan.
Baca juga: Pertunjukan tari virtual 'Seniman Bantu Seniman' sukses digelar
"Jadi ketika pandemi seperti ini kita tetap merasakan kegelisahan, keresahan, kekhawatiran. Hal ini berdampak pada seniman luar biasa, apalagi seniman Borobudur ini sangat berharap dari kunjungan wisatawan asing, sementara wisatawan asing selama pandemi ini jelas tidak ada," kata umar yang juga pemilik Limanjawi Art House ini.
Namun, pihaknya juga bersyukur masih ada kolektor-kolektor yang datang juga walaupun melalui daring.
"Ini sebuah proses yang memang kalau kita kembali ke diri kita masing-masing sebagai seniman juga merasa ini sebagai wujud introspeksi diri bahwa kita juga harus bersyukur karena mungkin selama berkesenian selama ini semuanya serba asyik, serba enak kita harus mengalami suatu hal seperti ini," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia hal ini juga merupakan bagian rasa syukur untuk saling menjaga semuanya, alam , sosial, dan sebagainya.
Ia menyampaikan dalam satu tahun terakhir ini Limanjawi Art House hanya menggelar 2 kali pameran, yakni pada Januari 2020 dan Desember 2020.
Padahal dalam satu tahun ini, katanya sudah diagendakan 5-6 kali pameran termasuk pameran internasional dari seniman 11 negara akan digelar di sini dan semuanya batal karena pandemi COVID-19. ***3***
Baca juga: Entang Wiharso bicara karya "Promising Land Chapter 2" & COVID-19
Baca juga: Seniman jadikan pandemi sebagai momentum refleksi dan adaptasi
Pewarta: Heru Suyitno
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020