KPK mencatat kepatuhan penyelenggara negara menyerahkan Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada Tahun 2020 mencapai 96,23 persen.Sepanjang Tahun 2020 ini, KPK berhasil mendorong kepatuhan penyampaian LHKPN menjadi 96,23 persen dari sebelumnya 93 persen pada periode yang sama tahun 2019
"Sepanjang Tahun 2020 ini, KPK berhasil mendorong kepatuhan penyampaian LHKPN menjadi 96,23 persen dari sebelumnya 93 persen pada periode yang sama tahun 2019," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers Kinerja KPK 2020 di gedung KPK Jakarta, Rabu.
Hingga 20 Desember 2020 KPK telah menerima sebanyak 350.273 LHKPN dari total 364.052 Wajib Lapor.
Jumlah tersebut terdiri atas 294.245 LHKPN (96,03 persen) dari bidang eksekutif, 20.295 LHKPN (93,54 persen) dari bidang legislatif, 18.887 LHKPN (99,11 persen) dari bidang yudikatif, 30.624 LHKPN (98,14 persen) dari BUMN/BUMD.
"Tingkat kepatuhan 96,23 persen bisa tercapai antara lain karena KPK melakukan 185 kegiatan sosialisasi, pelatihan, dan bimbingan teknis secara rutin sepanjang tahun ini," tutur Alexander.
Baca juga: Firli: Tak elok bandingkan kinerja KPK dengan tahun sebelumnya
Baca juga: KPK kerja sama 10 penegak hukum luar negeri ungkap kasus
Atas LHKPN tersebut, KPK kemudian menindaklanjuti-nya dengan melakukan verifikasi dan pemeriksaan terhadap 417 penyelenggara negara.
"Pemeriksaan ini kami lakukan dalam rangka memenuhi permintaan penindakan maupun pemeriksaan dalam rangka pencegahan sekaligus menindaklanjuti laporan masyarakat kalau ada pejabat yang diduga belum menyerahkan LHKPN dan laporan PPATK kalau ada transaksi mencurigakan jadi kami lanjutkan dengan 'mengcross-check' LHKPN penyelenggara negara tersebut," ungkap Alexander.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang nomor 19 Tahun 2019 pasal 7 ayat 1 (a), KPK berwenang melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan Penyelenggara Negara (PN).
Kewenangan tersebut senantiasa terus dilakukan dalam rangka meningkatkan integritas dan membangun akuntabilitas Penyelenggara Negara, sebagai salah satu upaya pencegahan Tindak Pidana Korupsi (TPK).
"Kami berharap LHKPN dapat lebih berdaya guna sebagai instrumen pengawasan, menimbulkan keyakinan pada diri PN bahwa laporan mereka diperiksa dan diawasi, serta pada akhirnya meningkatkan kepercayaan publik kepada integritas PN yang telah melaporkan harta kekayaannya," ungkap Alexander.
Penyelengara negara yang wajib menyerahkan LHKPN berdasarkan peraturan perundangan adalah: (1) Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; (2) Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; (3) Menteri; (4) Gubernur; (5) Hakim; (6) Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (7) Direksi, Komisaris dan pejabat structural lainnya sesuai pada BUMN dan BUMD;
Selanjutnya (8) Pimpinan Bank Indonesia; (9) Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri; (10) Pejabat Eselon I dan II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; (11) Jaksa; (12). Penyidik; (13) Panitera Pengadilan; dan Pemimpin dan Bendaharawan Proyek;
Kemudian (14) Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan; (15) Pemeriksa Bea dan Cukai; (16) Pemeriksa Pajak; (17) Auditor; (18) Pejabat yang mengeluarkan perijinan; (19) Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat; dan (20) Pejabat pembuat regulasi
Sanksi bagi mereka yang tidak menyerahkan LHKPN tertuang pada diatur pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 1999 yaitu pengenaan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Baca juga: KPK selamatkan potensi kerugian keuangan negara Rp592,4 triliun
Baca juga: 43 pegawai KPK undur diri sepanjang 2020
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020