"Tidak pernah terjadi dalam sejarah kita, bahkan luar negeri. Saya ingin menjadikan hari perdamaian politik Indonesia. Saya tegaskan kata politiknya, kalau yang lain sudah damai, silakan berbeda pendapat tapi jangan sampai berlebihan," katanya setelah ziarah di makam mantan Presiden Pertama Indonesia Soekarno di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sanan Wetan, Kota Blitar, Rabu.
Pihaknya memberikan apresiasi kebijakan yang keluarkan oleh Presiden Jokowi yang telah menggandeng mantan rivalnya dalam Pemilu 2019 dengan menggandeng Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Hal itu juga merujuk dari kejadian sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
Dari sejarah, peristiwa yang dikenal dengan "Fathu Makkah" ini terjadi pada bulan Desember 629 Masehi, bertepatan dengan hari pembebasan Kota Makkah oleh Nabi Muhammad SAW dengan revolusi pertama tanpa berdarah di Kota Makkah.
Hal ini karena saat itu tidak ada darah yang menetes, padahal jika lawan kalah hukumannya sudah diketahui seluruh pihak, namun saat itu tidak ada darah yang menetes.
Baca juga: Sandiaga Uno baru pulih dari COVID-19 langsung diminta jadi menteri
Hari itu, kata dia, kemudian juga dikenal dengan hari kasih sayang. Hal itu kemudian juga ditiru oleh Presiden Pertama RI, Soekarno. Dengan meneladani sifat Rasulullah, lewat Soekarno dan para tokoh pemuda, Indonesia mendeklarasikan Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan menyatukan lebih dari 40 kerajaan di bawah naungan Pancasila.
Selain itu, pada bulan yang sama, 30 Desember, juga bertepatan dengan hari meninggalnya tokoh pluralisme Indonesia, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Presiden keempat Indonesia ini dikenal sebagai figur penting yang memperjuangkan toleransi beragama dan kesetaraan untuk semua kelompok agama. Titik sejarah yang mempertemukan prestasi Soekarno meneladani Rasulullah SAW dalam relasi berbangsa/ bernegara dan kepemimpinan Gus Dur dalam hubungan antaragama pada tanggal 30 Desember ini juga patut diperingati sebagai jejak perdamaian Nasional.
"Kedua tokoh pemimpin bangsa ini menunjukkan bahwa toleransi dan perdamaian merupakan pilar penting kehidupan berbangsa dan bernegara," tegas Yudian Wahyudi.
Ia menambahkan, para pemimpin bangsa tersebut telah menunjukkan bahwa toleransi juga memerlukan syarat dengan adanya konsensus. Dalam konteks ke-Indonesia-an, konsensus tersebut ditunjukkan oleh penerimaan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi yang mengatur tertib sosial.
Pihaknya juga sengaja ziarah ke makam Bung Karno di Kota Blitar. Selain ke Kota Blitar, rombongan juga ziarah ke makam mantan Presiden Gus Dur di Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang.
Baca juga: Gubernur: Sandiaga putra Gorontalo ke-3 yang duduk di kabinet
Agenda ziarah rombongan BPIP ke makam Presiden Republik Indonesia yang pertama dan keempat ini tak hanya memiliki signifikansi sebagai peringatan dan apresiasi atas sumbangsih kedua pemimpin bangsa tersebut, tetapi juga mengingatkan periode penting sejarah perdamaian nasional maupun di dunia Islam.
Pihaknya juga berharap, agenda ziarah ini bisa menjadi momentum untuk menguatkan kembali semangat rekonsiliasi antarelemen bangsa dan memperkokoh perdamaian nasional.
"Semangat rekonsiliasi dan perdamaian ini terutama dibutuhkan ketika bangsa tengah menghadapi ujian berat pandemi COVID-19 ini," kata dia.
Rencananya, ziarah ke makam para tokoh pemimpin bangsa ini direncanakan akan menjadi agenda tahunan rutin BPIP untuk mengenang jejak perdamaian Indonesia.
Dalam acara itu, diikuti oleh Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi. Saat acara, rombongan juga menerapkan protokol kesehatan yang ketat demi mencegah penyebaran COVID-19.
Baca juga: Sandiaga: Peningkatan SDM pariwisata di Danau Toba jadi prioritas
Pewarta: Asmaul Chusna
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020