Permenkumham tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19 ini sebagai pengganti Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020.
“Ini merupakan upaya lanjutan dalam rangka mencegah dan menanggulangi penyebaran COVID-19 di lapas/LPKA/rutan melalui pemberian asimilasi dan integrasi," kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Reynhard Silitonga dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Reynhard menegaskan bahwa pihaknya terus berusaha mengakomodasi seluruh hak warga binaan pemasyarakatan, terlebih pada masa pandemi COVID-19 yang saat ini masih mewabah dan berdampak luas terhadap semua segi kehidupan masyarakat.
Baca juga: Warga binaan Lapas Abepura 145 orang jalani asmilasi, terkait COVID-19
Menurut dia, Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020 ini bukan tanpa alasan. Berkaca dari beberapa peristiwa yang terjadi setelah adanya pengeluaran narapidana dan anak di tengah pandemi COVID-19 dipandang perlu penyempurnaan.
"Kami sudah mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak terkait dengan kebijakan ini. Namun, tentu masih perlu penyempurnaan lagi," kata Reynhard.
Apabila dilakukan pengeluaran narapidana dan anak, diharapkan dapat meminimalisasi pengulangan pelanggaran dan tidak muncul keresahan di tengah masyarakat.
Terdapat beberapa poin penyempurnaan dalam Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020, di antaranya terkait dengan syarat dan tata cara pemberian asimilasi dan hak integrasi, pembatasan bagi tindak pidana tertentu, mengakomodasi pemberian hak terhadap warga begara asing, serta penerbitan surat keputusan secara daring yang akan terakomodasi dalam sistem basis data pemasyarakatan.
Asimilasi tidak akan diberikan kepada narapidana dan anak yang melakukan tindak pidana terkait dengan narkotika, prekursor narkotika, dan psikotropika, terorisme, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya.
Baca juga: Eddy Hiariej nilai pengeluaran napi saat pandemi kebijakan rasional
Selain itu, asimilasi tidak diberikan kepada narapidana dan anak dengan tindak pidana pembunuhan Pasal 339 dan Pasal 340, pencurian dengan kekerasan Pasal 365, kesusilaan Pasal 285, sampai dengan Pasal 290 KUHP, serta kesusilaan terhadap anak sebagai korban Pasal 81 dan Pasal 82 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Narapidana dan anak yang melakukan pengulangan suatu tindak pidana yang sebelumnya telah dijatuhi pidana dan berkekuatan hukum tetap, serta narapidana kasus narkotika, prekursor narkotika, dan psikotropika yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun juga dipastikan tidak akan mendapatkan hak asimilasi.
Ketentuan ini dikecualikan bagi narapidana kasus narkotika, prekursor narkotika, dan psikotropika dengan pidana di bawah 5 tahun yang tetap diberikan asimilasi dan integrasi sesuai dengan Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020.
Sementara itu, bagi narapidana yang melakukan pelanggaran terhadap syarat umum maupun syarat khusus untuk memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, maupun cuti bersyarat, akan dicabut haknya dan diberikan sanksi sesuai dengan kategori pelanggaran berat, serta selama menjalani asimilasi maupun integrasi tidak dihitung menjalani pidana.
Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020 telah disosialisasikan kepada lapas/LPKA/rutan di seluruh Indonesia sejak Rabu (30/12), melalui sambungan telekonferensi Zoom.
Baca juga: Menkumham nilai gugatan soal asimilasi terkait COVID-19 tak perlu ada
Dengan adanya kebijakan ini, Reynhard berharap dapat membantu lapas/LPKA/rutan yang juga mengalami kelebihan kapasitas sehingga tidak menimbulkan penyebaran COVID-19 di dalamnya.
"Seluruh proses layanan asimilasi dan integrasi tidak dipungut biaya apa pun. Mohon cermati dan laksanakan dengan betul-betul peraturan ini. Jangan sampai lakukan kesalahan," ujar Reynhard.
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020