• Beranda
  • Berita
  • Bali bahu-membahu bangkitkan UMKM dari dampak pandemi

Bali bahu-membahu bangkitkan UMKM dari dampak pandemi

2 Januari 2021 20:42 WIB
Bali bahu-membahu bangkitkan UMKM dari dampak pandemi
Ni Kadek Winiyanti, Ketua Kelompok Tenun Songket Arta Sedana saat mendemonstrasikan menenun kepada pengunjung dalam ajang Pameran Bali Bangkit pada Desember 2020 ANTARA/Rhisma.
Pandemi COVID-19 telah membuat perekonomian Bali yang selama ini menggantungkan dari sektor pariwisata menjadi terpuruk, bahkan pada triwulan III-2020 mengalami kontraksi hingga 12,28 persen.

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersinergi untuk membangkitkan perekonomian Bali agar tidak terjatuh semakin dalam. Tak hanya untuk memulihkan sektor pariwisata, tetapi juga untuk membangun optimisme usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Bantuan Produktif untuk Usaha Mikro (BPUM) yang senilai Rp2,4 juta bagi masing-masing UMKM agar tetap dapat menjalankan usahanya di tengah pandemi juga telah diterima 216.956 pelaku UMKM di Pulau Dewata.

Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali I Wayan Mardiana mengatakan sebelumnya 305.072 pelaku usaha di Bali telah diusulkan untuk mendapatkan bantuan tersebut dari Kementerian Koperasi dan UKM.

Namun, BPUM yang menjadi salah salah satu program Pemulihan Ekonomi Nasional, akhirnya terealisasi diterima 216.956 pelaku UMKM dengan jumlah nominal mencapai Rp520,69 miliar lebih.

Dari Rp520,69 miliar lebih BPUM yang diterima Bali, mayoritas diterima pelaku usaha dari Kabupaten Buleleng (Rp90,53 miliar), disusul Kabupaten Buleleng (88,05 miliar) dan Kabupaten Jembrana (Rp75,64 miliar).

Sedangkan enam kabupaten/kota lainnya yakni Kabupaten Badung (Rp44,94 miliar), Kabupaten Bangli (Rp44,60 miliar), Kabupaten Gianyar (Rp55,94 miliar), Kabupaten Klungkung (Rp21,70 miliar), Kabupaten Tabanan (Rp41,26 miliar), dan Kota Denpasar (Rp58,01 miliar).

"Persyaratan penerima BPUM diantaranya pemohon harus memiliki nomor induk kependudukan/KTP, memiliki usaha, mempunyai simpanan di bawah Rp2 juta dan sedang tidak menerima program kredit," ucap Mardiana.

Pihaknya berharap jika BPUM kembali dikucurkan pada 2021 agar pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk memvalidasi data calon penerima BPUM agar lebih tepat guna, tepat waktu dan tepat sasaran.

Selama ini validasi dilakukan pemerintah pusat terhadap sekitar 12,5 juta pelaku UMKM di Tanah Air. Dengan banyaknya pelaku usaha yang divalidasi, bisa saja terjadi penerima yang tidak tepat sasaran ataupun tidak tepat waktu.

"Dengan daerah diberikan kewenangan untuk melakukan validasi data, maka waktu yang digunakan akan lebih singkat. Dari pemerintah provinsi juga akan memberikan kewenangan pemerintah kabupaten/kota agar yang menerima BPUM betul-betul memiliki usaha mikro," ujar Mardiana.

Kemudian, Pemerintah Provinsi Bali untuk penanganan dampak COVID-19 terhadap ekonomi melalui APBD Semesta Berencana Tahun 2020 juga telah menyiapkan Paket Penerima Bantuan Stimulus Usaha (PBSU).

Bentuk PBSU kepada pelaku usaha di Bali berupa bantuan stimulus selama tiga bulan, mulai bulan Mei sampai dengan Juli 2020 dengan rincian untuk kelompok usaha informal, industri kecil dan menengah (IKM), usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Masing-masing PBSU menerima Rp600 ribu perbulan, dalam jangka waktu selama tiga bulan.

Pelaku usaha informal itu dapat berupa pedagang warung tradisional, pedagang asongan, pedagang kaki lima, pedagang keliling, industri rumah tangga, perajin, bengkel kecil, pengemudi ojek konvensional/online, nelayan, peternak dan pekerja harian.

Selanjutnya juga ada PBSU untuk biaya operasional Koperasi Binaan Provinsi sebesar masing-masing Rp30 juta dan Koperasi Binaan Kabupaten/Kota diberikan sebesar Rp10 juta.

Dari alokasi anggaran yang disiapkan Pemerintah Provinsi Bali sebesar Rp122 miliar untuk Paket PBSU, terealisasi sebesar Rp93,60 miliar lebih yang diterima 113 koperasi binaan provinsi (Rp3,39 miliar) dan 1.294 koperasi binaan kabupaten/kota (Rp12,94 miliar).

Selanjutnya paket bantuan PBSU pelaku UMKM, IKM, dan usaha informal diterima 42.932 usaha (Rp77,27 miliar).

Tak hanya itu, Tim Penggerak PKK Provinsi Bali bersinergi dengan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) provinsi setempat juga memberikan bantuan beras sebanyak 410,9 ton dan 90 ribu masker kain untuk kader PKK hingga tingkat desa dan kelurahan serta 6.436 perajin di Pulau Dewata.

Ketua Dekranasda Provinsi Bali Putri Suastini Koster mengatakan bantuan beras dan masker yang diserahkan tersebut berasal dari "refocusing" anggaran Tim Penggerak PKK Provinsi Bali dan Dekranasda Provinsi Bali dalam menanggulangi dampak pandemi COVID-19.

"Dekranasda merupakan organisasi yang memayungi dan mengembangkan produk kerajinan dan usaha perajin, kami ingin ikut mengambil peran mendukung program pemerintah dalam penanganan COVID-19 di Provinsi Bali," ucap istri Gubernur Bali itu.


Tetap berkarya

Pandemi COVID-19 tak menyurutkan niat dari Kelompok Tenun Songket Arta Sedana dari Desa Telaga Tawang, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem yang terbentuk sejak 2016 itu untuk tetap berkarya meskipun omzet penjualan menurun tajam.

Ni Kadek Winiyanti, Ketua Kelompok Tenun Songket Arta Sedana yang menaungi 50 perajin itu mengatakan pandemi COVID-19 telah menyebabkan dalam sebulan rata-rata kelompoknya hanya dapat menjual lima lembar kain songket dengan harga per lembar sekitar Rp1,3 juta.

Sebelum pandemi, setiap hari ada saja dari pihak salon yang sekaligus melayani rias pengantin yang memesan selembar kain songket dengan harga berkisar Rp1,7 juta-Rp2,5 juta. Di samping juga penjualan melalui sejumlah pameran berskala daerah maupun nasional.

"Kami sangat bersyukur dalam beberapa bulan terakhir ini difasilitasi untuk berpameran sehingga kami yang tetap berkarya di tengah pandemi, produk-produknya bisa terserap," ucap perajin yang telah bisa menenun sejak kelas 1 Sekolah Dasar itu.

Untuk satu lembar kain songket berbahan sutra, harganya dibanderol Rp5 juta, proses penenunannya bisa memakan waktu dua hingga tiga bulan, sedangkan songket yang berbahan kain katun dengan harga rata-rata Rp1,3 juta bisa dikerjakan dalam waktu satu bulan.

Kadek Winiyanti dengan anggota kelompoknya yang telah menerima bantuan beras dari Dekranasda Provinsi Bali itu sangat berharap agar UMKM berskala kecil dapat lebih diperhatikan pemerintah dan jangan hanya memperhatikan perajin yang punya "brand" yang telah besar saja.

"Terus bangkitkan UMKM agar tetap maju. Demikian juga jika menggelar pameran agar benar-benar bisa memfasilitasi mereka yang benar-benar perajin, bukan hanya para pedagang. Selain itu bantuan kepada UMKM agar bisa ditingkatkan," ucapnya.

Dalam sebulan pelaksanaan Pameran Bali Bangkit di Desember 2020 yang digelar Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Bali bekerja sama dengan Dekranasda Provinsi Bali itu, dia mengaku dapat menjual kain songket dan endek hingga Rp85 juta.

Pandemi COVID-19 juga semakin memaksanya untuk melakukan promosi menggunakan sarana digital melalui sejumlah kanal media sosial agar produk songket dan tenun endek yang diproduksi semakin dikenal pasar dan terserap lebih cepat.

Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho mengatakan provinsi setempat perlu melakukan diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi tak hanya selama ini bergantung pada pariwisata. Itu sebagai strategi mengatasi penurunan kondisi ekonomi dampak pandemi COVID-19.

"Di antaranya melalui pemulihan UMKM melalui korporatisasi, digitalisasi (marketing hilir dan hulunya) dan pembiayaan, baik melalui bank, BPR, maupun pembiayaan lainnya," ujar Trisno.

Bank Indonesia juga telah menggelar pameran Karya Kreatif Indonesia (KKI) pada 2020 lalu sebagai salah satu upaya untuk membantu pemasaran UMKM di Pulau Dewata agar bisa tetap produktif di tengah pandemi COVID-19.

Dalam KKI Seri 1, UMKM Binaan Kantor Perwakilan BI Provinsi Bali bahkan meraih penjualan tertinggi sebesar Rp730,98 juta. Kemudian pada KKI Seri 2 dengan penjualan Rp2,9 miliar lebih, dan pada KKI Seri 3 UMKM binaan BI Bali meraih penjualan sebesar Rp3,14 miliar lebih.

Dengan kegiatan tersebut dapat membantu UMKM dalam bidang pemasaran produk secara 'offline' dan virtual sehingga UMKM tetap produktif di masa pandemi COVID-19 ini.

UMKM dalam era COVID-19 ini umumnya mengalami penurunan penjualan, kesulitan distribusi, kesulitan modal, kesulitan bahan baku, dan kesulitan produksi.

Karena itu, agar UMKM mampu bertahan di tengah pandemi harus memanfaatkan berbagai kebijakan pemerintah yang mendukung UMKM, efisiensi, beradaptasi dengan memanfaatkan berbagai saluran untuk penjualan produk, serta harus selalu kreatif dan inovatif.
Baca juga: 41 UMKM Gianyar Bali terima izin edar dari BPOM
Baca juga: Pemprov gelar Pameran Bali Bangkit untuk kembali geliatkan UMKM

 

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021