• Beranda
  • Berita
  • Dokter: Pembukaan sekolah berpotensi gerakkan virus

Dokter: Pembukaan sekolah berpotensi gerakkan virus

7 Januari 2021 20:21 WIB
Dokter: Pembukaan sekolah berpotensi gerakkan virus
Tiga orang siswi berjalan masuk ke lingkungan Sekolah MAN 1 di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (7/1/2021). Pemerintah Kota Kendari akan melakukan uji coba Proses Belajar Mengajar (PBM) tatap muka di tengah pandemi COVID-19 di tiga sekolah menengah atas pada 11 Januari mendatang. ANTARA/Jojon/wsj.

Seorang pendiri Pandemic Talks dr Muhammad Kamil PhD mengatakan pembukaan sekolah yang dilakukan secara serentak berpotensi “menggerakkan” virus.

“Pembukaan sekolah ini kalaupun terpaksa dilakukan serentak akan menimbulkan mobilisasi yang masif. Jadi kalau dilihat COVID-19 vektornya adalah manusia, jadi manusia yang ‘mengoper’ penyakit, bukan nyamuk, seperti penyakit demam berdarah. Kenapa sekolah berpotensi meningkatkan transmisi? Karena ada mobilitas yang serentak,” ujar Kamil dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Kamil menjelaskan jika hanya satu atau dua sekolah yang buka, mungkin tidak menimbulkan mobilitas yang masif. akan tetapi, kalau ada kebijakan yang dilakukan secara nasional, itu akan menggerakkan 60 juta siswa dari jenjang PAUD hingga SMA.

“Untuk yang anak yang berada di jenjang PAUD tidak mungkin berangkat sendiri, perlu diantar sekolah oleh orang tuanya, jadi bakal berpotensi menggerakkan virus,” kata Kamil dalam webinar SD Gemala Ananda.

Baca juga: 30 orang dari klaster sekolah seminari Sintang sembuh dari COVID-19

Baca juga: Emil tak Ingin ada kluster baru COVID-19 di sekolah

Dia mengatakan jumlah anak Indonesia yang terinfeksi COVID- 19 hingga 20 Desember 2020 yakni telah mencapai 74.249 kasus. Sementara data kluster sekolah/pesantren yang sudah mencapai 3.711 kasus dan tersebar di berbagai provinsi.

Kamil menjelaskan sejak pertengahan 2020 lalu, terdapat banyak pesantren atau sekolah yang membuat kebijakan sendiri untuk membuka pembelajaran tatap muka, dan hal itu menyebabkan adanya kluster sekolah.

“Ini belum dipastikan anak terinfeksi dari sekolah atau dari luar, atau dibawa ke sekolah, nanti kita bisa diskusikan. Tapi nyatanya, dari berita-berita yang kita kumpulkan, dari media-media yang bisa diakses publik, kita kumpulkan menjadi seperti ini. Jadi kasusnya menyebar, di Jawa terutama ada 2.000-an kasus dan itu dari kluster sekolah,” ujar dia.*

Baca juga: Jateng waspadai klaster COVID-19 di ponpes dan sekolah

Baca juga: Legislator minta Kemendikbud waspadai klaster penyebaran di sekolah

Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021