Parlemen mengesahkan sebuah undang-undang pada November 2020, yang mewajibkan pemerintah untuk menghentikan pengawasan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) di situs nuklir miliknya dan meningkatkan pengayaan uranium melampaui batas yang ditetapkan oleh pakta nuklir Teheran 2015, jika sanksi tidak dilonggarkan.
Badan pengawas Dewan Wali Iran meloloskan UU tersebut pada 2 Desember dan pemerintah mengatakan akan mengimplementasikan hukum tersebut.
"Menurut UU tersebut, jika Amerika tidak mencabut sanksi minyak, perbankan, dan finansial hingga 21 Februari, maka kami pastinya akan mengusir pengawas IAEA dari negara (Iran) dan pastinya akan menyudahi implementasi sukarela Protokol Amendemen," kata anggota parlemen Ahmad Amirabadi Farahani.
Pernyataan, yang merujuk pada teks yang mengatur kegiatan dan misi IAEA, dilansir oleh sejumlah media Iran.
Iran pada Senin (4/1) mengatakan akan melanjutkan pengayaan uranium hingga 20 persen di fasilitas nuklir bawah tanah milikinya.
Tindakan itu melanggar pakta nuklir dengan sejumlah negara besar dan kemungkinan mempersulit upaya Presiden terpilih Amerika Serikat Joe Biden untuk bergabung kembali dengan pakta tersebut.
Iran mulai mengingkari komitmennya terhadap pakta nuklir pada 2019, sebagai respons atas penarikan AS dari perjanjian tersebut oleh Presiden AS Donald Trump dan kembali menjatuhkan sanksi AS, yang sebelumnya dicabut berdasarkan pakta tersebut.
Teheran berulang kali mengatakan bahwa pihaknya dapat langsung membatalkan pelanggaran jika sanksi Washington dicabut.
Sumber: Reuters
Baca juga: Vietnam sesalkan sanksi AS atas perdagangan terkait Iran
Baca juga: Menlu Iran: Biden dapat cabut sanksi dengan "tiga perintah eksekutif"
Baca juga: Menteri: Industri minyak Iran tak akan menyerah pada tekanan AS
Upaya Indonesia hentikan konflik AS-Iran
Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021