Foto keluarga anaknya dipegang erat di genggaman. Pandangannya sayu mengingat kembali nasib putrinya, Rahmania Ekananda (40), dua cucu, Fazila Ammara (6), Fathima Ashalina (2,5 tahun). Turut pula Dinda Amelia (16), pengasuh anak bagi cucu-cucunya.
Niat hati ingin mengunjungi suaminya, yang bertugas di Pangkalan Udara (Lanud) Supadio Pontianak, justru menjadi musibah. Pesawat yang ditumpanginya ternyata kehilangan kontak di sekitar Pulau Laki dan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu, Jakarta, Sabtu, pada pukul 14.47 WIB.
Nanik masih syok dengan informasi tersebut. Ia ingin tak percaya dengan kejadian tersebut. Namun, dirinya tak dapat menghindari dari fakta bahwa kejadian jatuhnya pesawat benar terjadi.
Dirinya masih ingat betul saat anaknya menghubungi beberapa hari lalu yang mengabarkan tentang hasil tes usap (swab) yang ternyata negatif. Tes itu sebagai persyaratan naik pesawat. Empat orang itu bersiap berangkat dari Jakarta ke Pontianak.
Pada Sabtu, tiba-tiba, putri pertamanya itu juga kembali mengirimkan foto cucu-cucunya yang tengah menunggu di ruang tunggu. Ya, mereka siap berangkat ke Pontianak, menyusul ayah mereka. Melepas rindu setelah sekian lama tidak bertemu.
Suami anaknya mendapat promosi dan diharuskan bekerja di luar daerah. Jabatannya kini sebagai Kepala Dinas Logistik (Kadislog) Pangkalan Udara (Lanud) Supadio Pontianak. Kolonel Teknik Akhmad Khaidir namanya.
Dengan menahan tangis, ibu tiga anak itu menceritakan betapa paniknya saat ia tidak dapat menghubungi putri pertamanya itu. Beberapa kali nomor telepon putrinya dihubungi tapi tidak bisa. Hingga kemudian, ia memencet nomor suami anaknya.
Namun, kagetnya sang ibu. Bukan kabar yang membahagiakan karena pesawat berhasil mendarat dengan selamat melainkan kabar mengkhawatirkan.
Ya, menantunya memberi kabar bahwa pesawat yang ditumpangi ternyata kehilangan kontak.
"Bu, pesawatnya lost contact. Saya tidak bisa berbicara banyak bu," cerita menantunya sambil menahan menangis kepada Nanik, Minggu.
Kaget tentunya. Segera mungkin, ia mencari informasi di televisi, selancar di internet. Namun masih nihil. Saat itu, jam masih menunjukkan sekitar pukul 16.00 WIB.
Dengan hati bergetar, Nanik terus memandangi saluran televisi berharap ada kabar terkait pesawat Sriwijaya Air. Baru, sekitar Maghrib mulai banyak informasi yang menyebutkan sekaligus membenarkan bahwa pesawat lost contact.
Nanik mengaku tidak bisa tidur nyenyak memikirkan nasib anak dan cucu-cucunya. Semalaman menunggu kabar kepastian nasib mereka. Tubuh letih kurang istirahat pun diabaikannya demi mendapatkan kepastian kabar.
Keluarga juga berkumpul semua, mendampingi Nanik. Semenjak suaminya meninggal dunia, Nanik tinggal seorang diri. Tiga anaknya di perantauan semua.
Baca juga: Di depan kader PDIP Jokowi sampaikan duka cita musibah Sriwijaya
Baca juga: Kru Sriwijaya Air Fadly Satrianto dikenal sosok periang
Jenguk cucu
Demi melepas rindu, Nanik menyempatkan diri mengunjungi cucu-cucunya di Jakarta. Kendati flu, diabaikannya demi bisa berkumpul dengan anak dan menantunya.
Sayang permintaan untuk tinggal di Jakarta ditolaknya. Rumah sendiri bagi Nanik lebih nyaman. Kendati harus tinggal seorang diri.
Komunikasi selalu terjalin dengan baik antara Nanik dengan anak-anaknya. Jarak tak memisahkan mereka.
Saat tahun baru 2020, anak pertamanya dan seluruh cucu menginap di rumah masa kecil, Desa Tulungrejo, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri hampir satu bulan. Bulan itu sebelum pandemi COVID-19 itu melanda.
Karena pandemi COVID-19, menyebabkan silaturahmi tidak leluasa. Hari Raya Idul Fitri 2020 pun membuat anak-anaknya dan cucu tak bisa silaturahmi langsung ke ibundanya di Pare, Kabupaten Kediri.
Namun, saat menantunya serah terima jabatan menjadi Kepala Dinas Logistik (Kadislog) Pangkalan Udara (Lanud) Supadio Pontianak, baru Nanik berani ke Jakarta. Itu pun lewat jalur darat dengan naik mobil.
Setelah beberapa saat di Jakarta, menjaga cucu-cucunya, Nanik kembali ke Kediri. Dan, baru kembali awal Januari 2021 bertemu dengan cucu dan menantunya di Jakarta.
Nanik mengungkapkan tidak mempunyai firasat apapun dengan kejadian ini. Namun, ia merasa saat menemani anaknya di Jakarta, putri pertamanya itu selalu tersenyum dan berusaha untuk menyenangkan hatinya dan keluarga.
Nanik menyebut, anaknya adalah sosok yang suka berbagi kepada orang lain dan perhatian pada orangtuanya.
"Yang tidak bisa saya lupakan, dia suka memberi, selalu berbagi kepada orang lain," kata Nanik.
Kini, harapan untuk bisa melihat cucunya masuk sekolah sirna. Musibah jatuhnya pesawat Sriwijaya Air membuatnya pupus harapan.
Dwi Agung, paman dari korban mengatakan sebenarnya dari pihak TNI sudah bersedia menyiapkan fasilitas kendaraan jika keluarga di Kediri ingin ke Jakarta guna memastikan kabar terbaru dari anggota keluarga penumpang Sriwijaya Air.
Namun, karena kondisi, akhirnya tawaran itu dibatalkan. Keluarga sudah meminta agar anak ketiga Nanik yang di Denpasar, Bali, mengurus masalah tersebut bersama dengan suami Rahmania Ekananda.
"Sebetulnya tadi malam semua ajudan suaminya (suami Rahmania Ekananda, penumpang Sriwijaya Air) sudah kontak. Tapi yang disana (Jakarta) ngurusi adiknya," kata Dwi Agung.
Kini, keluarga berharap keajaiban dari kejadian tersebut. Rahmania Ekananda dan anak serta pengasuh bisa ditemukan.
"Saya masih berharap ada keajaiban dari Allah, mudah-mudahan bisa ketemu anak cucu saya," ujar Nanik Mardiyah.
Sebelumnya, pesawat Sriwijaya Air PK-CLC register SJ-182 jurusan Jakarta-Pontianak dinyatakan lost contact pada Sabtu (9/1).
Sesuai dengan jadwal, pesawat berangkat jam 14.36 WIB dan tiba di Pontianak jam 15.44 WIB. Mundur dari jadwal seharusnya, jam 13.35 WIB karena faktor cuaca.
Namun, lost contact terjadi pada jam 14.44 WIB dengan titik terakhir di sekitar Pulau Laki dan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu Jakarta.
Sementara itu, dari informasi, tim pencarian dan pertolongan (SAR) pada Ahad (10/1) telah menemukan jenazah korban kecelakaan pesawat Sriwijaya Air tersebut. Kini, jenazah itu dikumpulkan dalam lima kantong jenazah.
Hal itu dikemukakan Direktur Operasional Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP) atau Basarnas Brigjen TNI (Mar) Rasman kepada jurnalis di Jakarta International Container Terminal (JICT) Jakarta Utara. Saat ini telah diserahkan tiga kantong berisi pecahana pesawat dan lima kantong tubuh manusia.
Temuan itu diserahkan kepada Disaster Victim Identification (DVI) Polri dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk diselidiki dan diperiksa.*
Baca juga: RS Polri buka "hotline" fasilitasi keluarga korban SJ-182
Baca juga: DVI ambil DNA keluarga korban SJ-182 di Makassar
Pewarta: Asmaul Chusna
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021