"Jadi menurut saya, memang pemerintah harus mengawasi itu," kata Islah, dalam pernyataannya, di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan, pemerintah harus melindungi dan mengayomi masyarakat agar FPI baru tidak bergerak di bawah permukaan.
Menurut dia, sangat bahaya kalau ternyata ada pembiaran terhadap bentuk-bentuk baru, baik yang normatif maupun yang di bawah permukaan.
Baca juga: Sahroni: Pemerintah harus perhatikan rencana pembentukan FPI baru
Pemerintah sebelumnya telah melarang kegiatan, penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam (FPI) dengan berbagai pertimbangan, antara lain kelompok yang dipimpin Rizieq Shihab itu dinilai tidak bisa memenuhi Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sebagai ormas, diduga mendukung ISIS, sering meresahkan masyarakat, dan terlibat tindak pidana.
Setelah dibubarkan, Front Pembela Islam berganti nama menjadi Front Persaudaraan Islam yang disebut FPI gaya baru, dengan deklarasi FPI baru yang ditandatangani eks petinggi Front Pembela Islam seperti Shobri Lubis, Muchsin Ali Alatas, serta Munarman.
Islah melanjutkan bahwa keputusan pemerintah melarang semua kegiatan, penggunaan logo dan atribut Front Pembela Islam sudah cukup rigid.
Baca juga: Tanggapi FPI baru Polri: Pendirian ormas harus ikuti aturan
Keberadaan mereka, kata dia, juga dilarang dalam organisasi tanpa bentuk sehingga apapun produknya, pemerintah berwenang menghambat dan menindak organisasi yang telah dilarang.
"Jika tidak, maka pemerintah akan berkesan mandul dalam implementasi hukumnya," tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni juga meminta FPI benar-benar menjadi perhatian pemerintah.
Menurut dia, jika ada tokoh Front Pembela Islam mendaftarkan nama FPI baru maka sudah sewajarnya ditolak.
Baca juga: Wagub DKI: Persoalan FPI kewenangan pemerintah pusat
“Ya, kalau misalnya ada lagi yang mengajukan, tapi pengurus-pengurusnya sama, terutama memang dikenali mereka dari pengurus teras FPI, ya pemerintah dalam hal ini Kemenkumham perlu me-'review' kemudian menolak izinnya,” kata Sahroni.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2021