• Beranda
  • Berita
  • Pakatan Harapan menolak penerapan darurat di Malaysia

Pakatan Harapan menolak penerapan darurat di Malaysia

13 Januari 2021 07:24 WIB
Pakatan Harapan menolak penerapan darurat di Malaysia
Suasana jalanan yang sepi di Kuala Lumpur, pasca pemerintah Malaysia mengumumkan pembatasan pergerakan karena merebaknya COVID-19. ANTARA/Agus Setiawan/am.
Majlis Presiden Pakatan Harapan (PH) mengambil pendirian menolak rasional serta alasan-alasan yang telah diberikan Perdana Menteri Malaysia Tan Sri Muhyiddin Yassin bahwa pernyataan darurat diperlukan untuk menyelamatkan Malaysia dari COVID-19.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Presiden Partai Keadilan Rakyat (KEADILAN) Dato’ Seri Anwar Ibrahim, Presiden Partai Amanah Negara (AMANAH) Hj Mohamad Sabu dan Presiden Partai Tindakan Demokratik (DAP) Lim Guan Eng di Kuala Lumpur, Selasa.

Majelis Presiden Pakatan Harapan telah mengadakan musyawarah dan memperbincangkan isu pernyataan darurat yang telah diumumkan Selasa (12/1).

"Kami berpendapat bahwa undang-undang yang ada, termasuk pelaksanaan Perintah Kawalan Pergerakan (PKP) yang telah diumumkan Senin malam, adalah mencakup untuk mengumpulkan segala sumber dan kekuatan untuk mengatasi wabah ini," katanya.

Sebagai contoh, dalam isu mengambil alih rumah sakit-rumah sakit swasta untuk membantu dalam kasus-kasus COVID-19 karena mereka memang bersedia membantu pihak pemerintah dan penguasa darurat tidak diperlukan untuk mendapatkan kerjasama mereka.

"Berkenaan isu Pemilu, Majelis Presiden melihat tindakan yang telah dilakukan sebelum ini, yaitu pernyataan darurat bagi sebagian parlemen atau Dewan Undangan Negeri adalah memadai," katanya.

Pemilu Negeri Sarawak juga tidak perlu dilakukan sehingga selewat-lewatnya penghujung Agustus 2021, manakala Pemilu ke-15 hanya perlu diadakan menjelang 2023 karena itu, alasan yang dikemukakan Tan Sri Muhyiddin dalam isu ini tidak dapat diterima sama sekali.

"Malah kami melihat tindakan menggantung Parlemen dan Dewan-Dewan Undangan Negeri (DPRD dan Pemprov) ketika pihak eksekutif dan kehakiman masih boleh berfungsi seperti sedia kala memberikan dampak proses tidak imbang, mengancam demokrasi negara dan menafikan suara rakyat," katanya.

Kuasa darurat ini bermakna memberi kuasa mutlak kepada Perdana Menteri untuk melakukan hampir apa saja dan sewenang-wenang.

Majelis Presiden turut risau bahawa pernyataan darurat ini akan memberi dampak dalam usaha untuk menghidupkan kembali ekonomi serta keyakinan investor dan tidak akan membantu mengatasi masalah pengangguran serta kehilangan pendapatan di kalangan rakyat.

Baca juga: Kubu Mahathir menolak pembatasan kehadiran di sidang parlemen
Baca juga: Pembatasan sosial bakal diterapkan di Selangor, KL dan Putrajaya
Baca juga: Langgar pembatasan sosial, 502 orang ditahan di Malaysia

 

Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021