Pemerintah Inggris mengumumkan sejumlah kebijakan terhadap perusahaan-perusahaan guna mencegah barang-barang yang terhubung ke kawasan Xinjiang, China, untuk masuk ke dalam rantai pasokan terkait tuduhan kerja paksa di daerah itu.
Dalam keterangan tertulis Kedutaan Besar Inggris yang diterima di Jakarta, Rabu, dikatakan bahwa pemerintah negara itu telah mengumumkan peninjauan ulang tentang produk-produk Inggris mana saja yang dapat diekspor ke Xinjiang guna "memastikan bahwa organisasi-organisasi Inggris, baik sektor publik atau swasta, tidak terlibat dalam, atau mengambil keuntungan dari, pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Xinjiang".
Selain itu, diumumkan pula penerapan sanksi keuangan untuk bisnis yang tidak mematuhi Undang-Undang Perbudakan Modern Inggris.
“Serangkaian sanksi ini akan membantu memastikan bahwa tidak ada organisasi Inggris, Pemerintah atau sektor swasta, yang secara sengaja atau tidak sengaja, mengambil keuntungan dari, atau berkontribusi terhadap pelanggaran hak asasi manusia terhadap kaum Uyghur atau kelompok minoritas lainnya di Xinjiang,” jelas Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab dalam pernyataan tersebut.
Terkait pernyataannya, Raab merujuk pada hasil-hasil laporan atas kamp yang menampung lebih dari satu juta orang etnis Uyghur di Xinjiang, China, dan kerja paksa serta sterilisasi paksa terhadap perempuan Uyghur.
Menurut dia, bukti skala dan beratnya pelanggaran HAM yang dilakukan di Xinjiang terhadap Muslim Uyghur “telah melebihi batasnya”. Dalam pernyataannya, Menlu Raab mengatakan telah menyampaikan keprihatinannya secara langsung kepada Menlu China Wang Yi.
Dia pun mengatakan bahwa sikap yang diambil pemerintah Inggris sekaligus untuk mengirimkan pesan jelas bahwa pelanggaran HAM tidak dapat diterima.
“Langkah ini juga diambil untuk melindungi bisnis Inggris dan badan publik kami dari keterlibatan atau hubungan apa pun dengan mereka,” ujar Menlu Raab.
“Xinjiang termasuk dalam jaringan rantai pasokan internasional, ini berarti bahwa ada risiko nyata bagi bisnis dan badan publik di seluruh dunia – baik sengaja atau tidak – bahwa mereka telah mengambil dari pemasok yang terlibat dalam praktek kerja paksa.”
Adapun menurut laporan Reuters, pihak China telah menyerukan agar Inggris membatalkan keputusan atas peraturan baru itu dengan segera.
“Apa yang disebut sebagai isu pekerjaan paksa merupakan kebohongan seutuhnya, sesuatu yang dibuat-buat tanpa dasar apapun, oleh orang-orang dan organisasi di Amerika Serikat dan sejumlah negara-negara Barat,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian dalam sebuah konferensi pers, dikutip dari Reuters.
China mengatakan akan “mengambil semua langkah yang diperlukan” untuk melindungi kepentingan, kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunan nasional.
Baca juga: Inggris desak China batalkan UU Hong Kong dan beri akses ke Xinjiang
Baca juga: China batalkan perundingan HAM dengan Inggris di menit terakhir
Baca juga: Di balik agresivitas Xinjiang soal tuduhan pelanggaran HAM
Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021