• Beranda
  • Berita
  • Pemecatan Ketua KPU harus dengan pertimbangan komprehensif

Pemecatan Ketua KPU harus dengan pertimbangan komprehensif

14 Januari 2021 13:11 WIB
Pemecatan Ketua KPU harus dengan pertimbangan komprehensif
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PAN, Guspardi Gaus. ANTARA/Mario Sofia Nasution/am.

Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengatakan keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memecat Arief Budiman sebagai Ketua KPU seharusnya diambil setelah dilakukan kajian yang komprehensif dengan pertimbangan yang jelas terkait ukuran melanggar norma kode etik seperti diatur dalam UU no 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Dia menilai penegakan etika penyelenggara pemilu memang menjadi domainnya DKPP untuk memutus pelanggaran kode etiknya namun keputusan yang diambil harus jelas dengan berbagai pertimbangan yang terukur dan tepat, jangan ada unsur lainnya yang mempengaruhi keputusan tersebut.

"Apakah dengan alasan menyertai dan mendampingi anggota KPU Evi Novida Ginting pada saat di ruang publik dalam memperjuangkan hak-haknya dapat dikategorikan bentuk penyalahgunaan wewenang dan dianggap oleh DKPP sebagai bentuk dukungan Arief Budiman terhadap

perlawanan oleh KPU kepada lembaganya. Dan haruskah hukumannya berupa pemecatan," kata Guspardi di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Azis: Jangan berspekulasi soal pemberhentian Arief dari Ketua KPU

Baca juga: Arief Budiman: Saya tidak pernah mencederai integritas pemilu


Dia mengatakan, DKPP dalam keputusannya harus objektif sebagaimana diuraikan dalam pasal 159 ayat 3 UU No 7/2017 yaitu menerapkan prinsip menjaga keadilan, kemandirian, imparsialitas, dan transparansi, menegakkan kaidah atau norma etika yang berlaku bagi Penyelenggara Pemilu, bersikap netral, pasif, dan tidak memanfaatkan kasus yang timbul untuk popularitas pribadi.

Menurut dia, pemecatan Arief Budiman sebagai Ketua KPU oleh DKPP terkesan dan secara tersirat menggambarkan adanya hubungan yang kurang harmonis antara kedua lembaga tersebut sehingga akan menjadi preseden yang tidak baik.

"Kami di Komisi II DPR RI akan memanggil penyelenggara pemilu yaitu KPU, Bawaslu, dan DKPP, meminta penjelasan dan klarifikasi untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan utuh untuk pendalaman terhadap kasus ini secara transparan," ujarnya.

Politisi PAN itu menilai, harmonisasi antar lembaga pemilu juga menjadi prioritas untuk di bahas dalam rapat yang akan segera dijadwalkan tersebut.

Sebelumnya, DKPP menjatuhkan sanksi terhadap Arief Budiman yakni pemberhentian dari jabatan Ketua KPU RI.

"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia kepada teradu Arief Budiman selaku Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia sejak putusan ini dibacakan," bunyi salinan putusan yang ditandatangani Ketua DKPP Muhammad, di Jakarta, Rabu (13/1).

Atas sanksi tersebut, DKPP memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk melaksanakan putusan itu paling lama 7 hari sejak dibacakan. DKPP juga memerintahkan Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia untuk mengawasi pelaksanaan putusan tersebut.

Baca juga: DKPP berhentikan Arief Budiman dari jabatan Ketua KPU RI

Baca juga: Evi: Putusan DKPP berhentikan Arief dari Ketua KPU berlebihan


Arief Budiman terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu karena mendampingi atau menemani Evi Novida Ginting Manik yang telah diberhentikan DKPP pada 18 Maret 2020 untuk mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta.

Kemudian, Arief membuat keputusan yang diduga melampaui kewenangannya yakni menerbitkan surat KPU RI Nomor 663/SDM.13-SD/05/KPU/VIII/2020, pada 18 Agustus 2020.

Tindakan Arief Budiman menerbitkan Surat KPU Nomor 663/SDM.13-SD/05/KPU/VIII/2020 dengan menambah klausul yang meminta Evi Novida Ginting Manik aktif melaksanakan tugas sebagai anggota KPU Periode 2017-2022 merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang dalam kedudukan sebagai Ketua KPU RI.

Baca juga: KPU respon putusan pemberhentian Arief dari Ketua KPU


 

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021