Hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa episenter gempa bumi terletak pada koordinat 2,99 Lintang Selatan (LS) dan 118,89 Bujur Timur (BT), atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 4 km arah Barat Laut Majene, Sulawesi Barat, pada kedalaman 10 km.
Berdasarkan estimasi peta tingkat guncangan yang dipublikasikan BMKG muncul warna kuning yang berarti guncangan gempa mencapai skala intensitas VI MMI yang berpotensi merusak.
Skala VI Modified Mercalli Intensity (MMI) berarti getaran gempa dirasakan oleh semua penduduk. Kebanyakan warga terkejut dan lari keluar bangunan, plester dinding jatuh dan cerobong asap pada pabrik rusak, kerusakan ringan.
Skala MMI tercatat hingga XII yang berarti dampak gempa menyebabkan kehancuran sama sekali, gelombang tampak pada permukaan tanah. Pemandangan menjadi gelap dan benda-benda terlempar ke udara.
Semua estimasi BMKG tersebut terbukti di lapangan. Dilaporkan sementara, banyak terjadi kerusakan rumah warga di Kabupaten Majene. Tidak hanya merusak, gempa ini juga memicu dampak ikutan gempa (collateral hazard) berupa runtuhan batu (rockfall) di tebing-tebing perbukitan.
Masyarakat berharap bisa tidur tenang, namun lindu berkekuatan lebih besar kembali menggucang pada Jumat (15/1) pukul 01.28 WIB. BMKG mencatat gempa tersebut berkekuatan Magnitudo 6,2.
Episenter gempa bumi terletak pada koordinat 2,98 LS dan 118,94 BT, atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 6 km arah Timur Laut Majene, Sulawesi Barat, pada kedalaman 10 km.
Karena kekuatannya lebih besar, tentunya juga berdampak lebih merusak. Apalagi jika kondisi bangunan dampak gempa pada sehari sebelumnya sudah mengalami retak-retak atau rusak sebagian maka dengan terjadinya gempa yang lebih kuat dapat berdampak merusak lebih parah.
Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, kedua gempa tersebut merupakan jenis gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) akibat aktivitas sesar aktif.
Diduga kuat pemicu gempa adalah Sesar Naik Mamuju (Mamuju Thrust). Terbukti bahwa hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault).
Mekanisme sesar naik ini mirip dengan pembangkit gempa Lombok pada 2018, bidang sesar membentuk kemiringan bidang sesar ke daratan.
Sesar Naik Mamuju memiliki magnitudo tertarget mencapai 7,0 dengan laju geser sesar 2 mm/tahun sehingga sesar ini harus diwaspadai karena mampu memicu gempa kuat.
Berdasarkan catatan Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, sesar naik Mamuju atau Mamuju thrust merupakan sesar lepas pantai yang sangat aktif, dengan pergerakan sesar naik.
Gempa Berulang
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Bambang Setiyo Prayitno mengatakan bahwa episenter Gempa Majene 14-15 Januari 2021 sangat berdekatan dengan sumber gempa yang memicu tsunami pada 23 Februari 1969 dengan kekuatan 6,9 pada kedalaman 13 km.
Berdasarkan catatan BMKG, telah terjadi tiga kejadian gempa dan tsunami merusak di sekitar Majene, yaitu pada 11 April 1967 dengan magnitudo 6,3 di Polewali Mandar yang menyebabkan 13 orang meninggal dunia.
Kemudian pada 23 Februari 1969 di Majene dengan magnitudo 6,9 menyebabkan 64 orang meninggal, 97 luka dan 1.287 rumah rusak di empat desa. Gempa tersebut menimbulkan tsunami setinggi empat meter di Pelattoang dan 1,5 meter Parasanga serta Palili.
Kemudian kejadian gempa pada 8 Januari 1984 dengan magnitudo 6,7 di Mamuju namun tidak ada catatan korban jiwa, tapi banyak rumah yang rusak dengan maksimum intensitas VII MMI.
Mamuju-Majene Thrust kembali mengeluarkan energinya dengan gempa signifikan setelah sekian lama tertidur.
Bahkan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati juga mengingatkan tentang kemungkinan masih ada potensi gempa susulan dengan kekuatan yang cukup signifikan.
Dikhawatirkan gempa susulan dapat berpotensi tsunami karena kondisi batuan sudah diguncang gempa sebelumnya dan sudah rapuh karena pusat gempa di pantai, memungkinkan terjadi longsor di bawah laut.
Berdasarkan data sementara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Jumat (15/1) pukul 14.00 WIB, 34 orang meninggal akibat gempa di Sulawesi Barat dengan rincian 26 orang meninggal di Kabupaten Mamuju dan delapan orang di Kabupaten Majene.
Selain korban jiwa, gempa juga menimbulkan kerusakan. Cukup banyak rumah warga dan gedung-gedung di Mamuju yang ambruk diguncang gempa.
Sebagai negara yang rawan bencana gempa bumi, sudah seharusnya infrastruktur yang dibangun harus memenuhi building code tahan gempa agar tidak terjadi lagi bencana gempa yang memakan korban jiwa.
Karena gempa tidak membunuh, tapi korban jiwa jatuh akibat tertimpa bangunan yang roboh.
Masyarakat juga harus lebih waspada dan siaga dengan meningkatkan mitigasi bencana, termasuk terhadap kejadian gempa, terlebih gempa kuat yang dapat berpotensi tsunami.
Hendaknya disiapkan jalur evakuasi bagi warga yang tinggal di tepi pantai dan kesadaran untuk evakuasi mandiri tanpa menunggu sistem peringatan dini jika gempa besar terjadi. Warga harus segera meninggalkan tepi pantai menuju tempat yang lebih tinggi dan aman dari tsunami.
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021