"Sudah ada dua, yang satu beberapa waktu yang lalu, satu lagi tadi malam," kata Kepala Satpol PP Kota Surakarta Arif Darmawan di Solo, Jateng, Rabu.
Ia mengatakan penutupan terpaksa dilakukan setelah kedua rumah makan tersebut tidak menerapkan aturan maksimal 25 persen konsumen yang makan di tempat. Dengan demikian, dikatakannya, hal tersebut berdampak pada terjadinya kerumunan.
"Sudah kami ingatkan sebanyak tiga kali, yang pertama dan kedua dalam bentuk SP (surat peringatan). Kemudian yang ketiga kami bubarkan dan kami lakukan penutupan," ucap-nya.
Ia mengatakan jika sesuai aturan maka penutupan bisa dilakukan hingga dua bulan. Meski demikian, nantinya akan ada evaluasi seberapa berat pelanggaran yang dilakukan oleh pemilik rumah makan.
"Kalau dari hasil evaluasi bisa kami buka lagi ya dibuka. Intinya kalau ada pelanggaran ketiga ya kita tutup," ujarnya.
Ia mengatakan sejauh ini tidak ada perlawanan dari pelaku usaha terkait penutupan tersebut. Meski demikian, jika sampai ada perlawanan bisa dikatakan sebagai tindak pidana ringan (tipiring).
"Ya nanti tergantung pengadilan, yang benar Pemkot (Surakarta) atau pengusahanya," katanya.
Sekretaris Satpol PP Kota Surakarta Didik Anggono mengatakan para pelaku usaha yang melanggar surat edaran (SE) Wali Kota Surakarta terkait penanganan COVID-19 ini kebanyakan karena menimbulkan kerumunan.
"Jadi kursi-nya (untuk pembeli) itu tidak disembunyikan, hanya ditumpuk. Orang kalau mau ambil didiamkan saja," ungkapnya.
Ia mengatakan operasi selama PPKM tersebut tidak hanya dilakukan oleh Satpol PP di rumah makan, tetapi juga lokasi lain yang menjadi pusat keramaian.
"Ya di mal, pasar tradisional, rumah makan, PKL (pedagang kaki lima). Kalau di minggu kedua ini lebih sedikit masyarakat yang melanggar karena setiap hari pagi, siang, dan malam kami terus ingatkan. Secara umum masyarakat sudah patuh," tutur-nya.
Pewarta: Aris Wasita
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021