"Apalagi anak itu yatim piatu, maka peningkatan afektif harus diutamakan dulu," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Oleh sebab itu, ia berharap tidak ada pihak yang memaksakan atau membebani anak lebih kepada aspek kognitif ketimbang aspek afektif.
Apalagi, kata dia, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim telah memberikan arahan agar tidak ada penekanan pada penuntasan kurikulum di masa pandemi.
"Jadi kalau untuk sementara waktu dia tidak bisa fokus karena ditinggal orang tuanya, maka itu dulu yang dituntaskan," ujar dia.
Tujuannya, agar anak tersebut bisa lebih tenang dan bahagia dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Kemudian, akan lebih baik lagi jika anak yatim piatu yang terinfeksi COVID-19 mendapatkan pendamping sebagai ganti orang tuanya.
Sementara itu, Aisyah (10), salah satu pasien COVID-19 di Rumah Lawan COVID Serpong, mengatakan mulai bosan dengan pembelajaran daring.
"Bosan karena tidak ada teman. Kalau di sekolah banyak teman," kata dia.
Aisyah (10), merupakan salah satu pasien COVID-19 di Rumah Lawan COVID Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Kedua orang tuanya meninggal dunia akibat virus yang diketahui pertama kali menjangkit di Kota Wuhan, China, tersebut.
Selain itu, tugas yang diberikan oleh guru juga lebih banyak dan sulit. Jika terkendala, biasanya ia meminta bantuan kepada orang sekitar atau menggunakan media internet.
Meskipun demikian, ia mengaku tetap semangat dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Biasanya, Aisyah mulai belajar pukul 08.00 WIB hingga 09.00 WIB ditemani warga Rumah Lawan COVID Serpong.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021