Pantauan Antara di Mamuju, Kamis, puluhan tenda pengungsian berdiri tidak teratur melingkari luar halaman stadion. Para pengungsi, khususnya balita dan anak-anak, tinggal dengan sanitasi buruk dan sampah berserakan dimana-mana.
Sejumlah orang tua mengaku anak mereka mengalami demam, flu dan batuk. Bahkan beberapa balita mengalami diare.
"Flu, demam sampai mencret. Makan sembarangan," kata Rusma, warga Jalan Tuna, Kelurahan Binanga.
Rusma juga menceritakan bagaimana mereka tiba di pengungsian setelah gempa. Saat itu yang ada di benaknya hanya keselamatan anak-anaknya.
“Kami lari dari rumah, tidak pakai sendal. Yang kami pikirkan itu yang penting anak-anak selamat,” kata Rusma.
Keluhan serupa diungkapkan Fitri, Fadliyanti, Masitah dan sejumlah ibu-ibu lainnya. Sejak sepekan di tenda pengungsian, kondisi kesehatan anak-anak mereka sangat mengkhawatirkan. Rata-rata mengalami demam dan flu.
Mereka membutuhkan obat-obatan, selimut, minyak telon, pakaian anak-anak, susu formula dan makanan bayi.
"Anak-anak kedinginan kalau malam. Sarung yang dipakai mandi itu juga dipakai tidur," tutur Fitri, sambil menenangkan bayinya yang rewel karena demam.
Demikian halnya Hamsinah. Warga Jalan Tuna itu mengaku anaknya mulai sakit setelah berada di pengungsian. Hamsinah juga menceritakan kondisi rumahnya yang rusak akibat guncangan gempa, Jumat (15/1) subuh lalu.
"Masih bisa ditempati, tetapi kami takut untuk kembali. Waktu gempa, tabung gas dan kompor terlempar dan masuk ke laut,” katanya.
Mereka berharap agar bantuan untuk kebutuhan mendesak anak-anak mereka, seperti obat obatan, selimut, pakaian, minyak telon dan susu segera datang.
BNPB menyatakan status penanganan bencana gempabumi dengan magnitudo 6,2 di Sulawesi Barat sebagai tanggap darurat.
Penetapan status tanggap darurat itu dilakukan Gubernur Sulawesi Barat HM Ali Baal Masdar melalui surat nomor 001/Darurat-SB/I/2021, sejak 15 Januari 2021 sampai 28 Januari 2021.
Pewarta: Fauzi
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021