Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Alief Satria mengungkapkan kekecewaanya akibat banyak pengungsi yang menolak dilakukan rapid tes dan swab selama pandemi virus corona (COVID-19).“Karena protokol kesehatan selama pascagempa tidak disiplin diterapkan," kata Alief.
“Resistensi bukan hanya di kalangan masyarakat, tetapi di kalangan tokoh masyarakat, sementara korbannya ada dimana-mana,” ungkap Alif dalam rapat bersama Gubernur Sulbar dan perwakilan pemerintah kecamatan dan desa di kompleks kantor gubernur, Sabtu.
Alief menjelaskan di tempat-tempat pengungsian, resistensi itu dengan macam-macam alasan, sehingga menjadi kesulitan tim kesehatan untuk memetakan penyebaran COVID-19. Sementara, pihaknya telah meminta untuk ditambahkan tempat-tempat karantina, untuk mengantisipasi terjadinya kasus-kasus terkonfirmasi baru.
“Karena protokol kesehatan selama pascagempa tidak disiplin," kata Alief.
Pascagempa, kata Alief, Dinkes telah menambah jumlah rapid tes antigen dan swab antigen serta bantuan dari labkesda untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada. Rapid dan swab saat ini sudah dilakukan secara masif untuk para relawan.
Alief berharap semua pihak untuk bisa menyampaikan kepada masyarakat bahwa pihaknya bisa melakukan rapid antigen dan swab. Dia menargetkan minimal 15-20 persen wilayah-wilayah yang ada untuk memetakan kemungkinan kasus-kasus baru COVID-19.
Berdasarkan data Satgas COVID-19 Provinsi Sulawesi Barat, akumulasi jumlah kasus positif per tanggal 22 Januari 2020 sebanyak 2.894 kasus. Jumlah itu mengalami penambahan dari tanggal 21 Januari 2021 sebanyak 2.790 kasus.
Pewarta: Fauzi
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2021