"Harus ada terobosan, bekerja sama dengan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yaitu menerapkan standarisasi pasien COVID-19 yang harus dirawat di rumah sakit berdasarkan besaran CT pasien masing-masing," ungkapnya di Cibinong, Bogor, Senin.
Menurutnya, ketika pasien COVID-19 sudah terklasifikasi berdasarkan CT velue, maka Pemkab Bogor dapat menentukan pasien mana saja yang perlu diprioritaskan untuk menerima perawatan di RS.
"Pasien COVID-19 dianggap normal ketika CT-nya di atas angka 40. Nah, apabila CT-nya masih di bawa 40 berarti kan masih terkonfirmasi positif COVID-19. Kalau di angka 30-35 biasanya pasien tersebut sehat, tapi virusnya masih ada di dalam tubuh," kata Politisi Partai Gerindra itu.
Baca juga: Dua wilayah zona hijau setelah hampir sepekan Kabupaten Bogor memerah
Baca juga: Dinkes: Sudah 650 tenaga kesehatan Kabupaten Bogor positif COVID-19
Rudy berharap ke depan setiap RS di Kabupaten Bogor dapat menerapkan konsep tersebut, sehingga RS hanya untuk menjadi tempat dirawatnya pasien COVID-19 dengan klasifikasi tingkatan sedang hingga berat.
"Kalau tanpa gejala kita sangat berharap pasien isolasi mandiri. Tapi harus banyak imbauan dan panduan bagaimana melakukan isolasi mandiri yang baik dan benar," tuturnya.
Sebelumnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabuaten Bogor mencatat penggunaan ruang isolasi pasien COVID-19 di RS wilayahnya mengalami kelebihan kapasitas, yakni 91,3 persen.
"Intinya sudah kewalahan. Karena pasien harus terus dilayani. Makanya kami sedang berkoordinasi dengan sejumlah instansi untuk penambahan lokasi isolasi pasien COVID-19," ungkap Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Achmad Zaenudin.
Pria yang akrab disapa Zein itu menyebutkan bahwa standar maksimum penggunaan ruang isolasi pasien COVID-19 yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 60 persen.*
Baca juga: Seluruh wilayah di Kabupaten Bogor berstatus zona merah COVID-19
Baca juga: Bupati Bogor berduka nakes wafat terpapar COVID-19 bertambah
Pewarta: M Fikri Setiawan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021