• Beranda
  • Berita
  • Kena diare kronik dan berdarah perlu curiga kanker kolorektal

Kena diare kronik dan berdarah perlu curiga kanker kolorektal

26 Januari 2021 14:51 WIB
Kena diare kronik dan berdarah perlu curiga kanker kolorektal
Ilustrasi (Pixabay)
Saat Anda mengalami diare dan sembelit terus menerus, feses berdarah sebaiknya perlu curiga ini tanda kanker kolorektal atau kanker yang terjadi pada bagian kolon (bagian terpanjang pada usus besar) atau rektum (area akhir usus besar sebelum anus).

"Pada usus besar, air diserap sehingga kotoran atau feses menjadi berbentuk dan tidak berair. Mereka yang terkena diare, umumnya mengalami gangguan dalam penyerapan air di usus besar. Adanya radang pada bagian itu menghambat penyerapan cairan," kata Konsultan Hematologi Onkologi Medik FKUI-RSCM, Dr. dr. Ikhwan Rinaldi.

Akibatnya, penderita kanker kolorektal bisa mengalami diare atau sembelit berulang dan menemukan ada darah di feses yang sebaiknya tak semata dicurigai sebagai ambeien.

"Setiap orang penampakan kanker usus besarnya berbeda-beda. Dari genetikanya dilihat. Secara kasat mata, ada benjolan atau tumor ganas berada di usus besar yang menyebabkan sumbatan di saluran cerna, tetapi dia bisa menyebabkan perdarahan di sana dan sebagainya," tutur Ikhwan.

Dari sisi awal mula terjadinya, sel yang awalnya normal lalu terpajan berbagai hal seperti zat kimia dan ini menyebabkannya berubah yang dimulai dari DNA atau gennya.

Biasanya setelah perubahan gen baru terlihat perubahan pada bentuk lalu terjadi pembelahan terus menerus dan banyak. Sel ini tidak mati saat sudah berusia tua sehingga jumlahnya bertambah dan membentuk benjolan.

"Kadang benjolan ini bisa kita temukan di permukaan tubuh kita jadi bisa kita raba. Tetapi kadang ada di dalam tubuh sehingga tak bisa diraba dan jika jumlahnya banyak maka akan menimbulkan gangguan pada fungsi organ (yang sel-selnya tak normal)," ujar Ikhwan.

Apabila benjolan bertambah besar, suatu saat bisa menyumbat perjalanan kotoran (feses). Lain halnya bila benjolan ini rapuh, maka bisa menyebabkan perdarahan pada kotoran.

"Orang dengan kanker usus besar seringkali ditemukan bergejala dengan tersumbat atau kadang diare, atau kadang buang air besar berdarah," tutur Ikhwan.

Baca juga: Bawang merah dan putih berpotensi cegah kanker kolorektal

Baca juga: Daging merah picu kanker usus besar pada wanita


Pengobatan kanker kolorektal
Pengobatan kanker kolorektal dapat dibagi menjadi tiga klasifikasi pengobatan yaitu pengobatan pada kondisi lokal (awal), lokal lanjut (menengah) dan metastasis (lanjut).

Kondisi lokal dan lokal lanjut ini didekati melalui tindakan operasi dilanjutkan dengan kemoterapi tambahan atau pada kanker rektum juga seringkali ditambahkan juga radioterapi atau penyinaran. Sedangkan pada kondisi metastasis, tindakan kemoterapi menjadi pengobatan utama.

Operasi hanya dilakukan pada kondisi penyebaran kanker di satu lokasi, tidak banyak, berukuran kecil serta bisa dioperasi atau hanya untuk membuat kantong penampung feses di sekitar perut. Caranya, dengan mengeluarkan kolon atau usus besar ke perut untuk mendiversi atau mengalihkan aliran kotoran ke kantong (kolostomi).

Lebih lanjut, kemoterapi bukan satu-satunya obat yang diberikan untuk pasien kanker kolorektal stadium lanjut. Saat ini muncul obat-obatan lain yang dikelompokkan dalam terapi target sebagai tambahan pada kemoterapi yang diberikan untuk menambah efektifitas pengobatan yang pada akhirnya diharapkan memperpanjang ketahanan hidup pasien kolorektal yang sudah bermetastasis jauh.

"Pasien kanker kolorektal yang sudah bermetastasis jauh semestinya mendapatkan pengobatan dalam rangka paliatif dan memperpanjang ketahanan hidup yang berkualitas. Oleh karena itu, dunia kedokteran berusaha semaksimal mungkin untuk menemukan berbagai obat yang dapat mencapai tujuan tersebut," kata Ikhwan.

Selain kemoterapi, imunoterapi disebut sebagai teknologi terbaru dan untuk kanker kolorektal setelah dengan melanoma dan paru. Imunoterapi diberikan pada kanker-kanker yang memiliki antigenisitas tinggi. Salah satu tanda adanya antigenisitas tinggi adalah tingginya program death ligand (PDL)-1 yang tinggi persentasenya.

"Gampangnya, imunoterapi ini berguna mengaktifkan kembali sel imun untuk membunuh sel kanker dengan cara menghambat ikatan yang terjadi antara sel imun dan kanker karena sebagai upaya sel kanker bertahan hidup dari sel imun," kata Ikhwan.

Ikhwan menekankan personalised medicine atau pengobatan yang dipersonalisasikan pada kanker kolorektal karena bisa memberikan ketahanan hidup yang lebih panjang bagi pasien kanker kolorektal yang bermetastasis.

Baca juga: "Mager" bisa picu kanker kolorektal di usia muda

Baca juga: Kanker kolorektal bisa dicegah dengan konsumsi ini

Baca juga: Yogurt bantu cegah kanker usus besar

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021